Kamis, 16 Mei 2013

SEASONS: Spring Flower


Ini lagu yang mendasari munculnya ide novelku yang berjudul 'Haru no Hana' terbitan DIVA Press lini De TEENS yang sebentar lagi bakal terbit sekitar bulan Juni nanti.



Jin Akanishi ~ Seasons

Kirei ni saita haru no hana
Boku no me ni wa so utsuranai
Kimi ga koko ni inainara
Kono sekai ni miru mono wanai nothing matters
So now I' m sitting in the dark
Missing your light that you brought to my life and it just ain' t fair
Kimi ni todoku you ni I swear

I'd rather have a rainy day with you than seein' sunshine alone
Or have a hundred days of winter with you in my arms
I' ll be your shelter from the storm just to have you by my side
Ima aerunara
Ima aerunara

Ima mo utsukushii kagayaki miru tabi ni
Kimi no hohoemi omoidasazu ni Irarenai
Kimi no kake-ra o atsume teshimau
Kasumu kioku no nakade wa aerunoni

I' d rather have a rainy day with you than seein' sunshine alone
Or have a hundred days of winter with you in my arms
I' ll be your shelter from the storm just to have you by my side
Ima aerunara
Ima aerunara

I need you back with me baby
So baby come back to me
So would you come back to me
You know ima my life without you kaketa ai no uta

Ima natta no imi o anata ni utau to shitara
Anata e to utau watashi no kotonoha wa
Dakishimeta kazu dake kizutsuite kudeshou

I' d rather have a rainy day with you than seein' sunshine alone
Or have a hundred days of winter with you in my arms
I' ll be your shelter from the storm just to have you by my side
Ima aerunara
Ima aerunara

English Translation

The spring flowers are born beautifully
But this image does not appear that way in my eyes
If you're not here
I see nothing in this world nothing matters
So now i'm sitting in the darkness
Missing the light that you brought to my life and it just ain't there
I'll catch you up.. I swear

I'd rather have a rainy day with you than see the sunshine alone
Or have a hundred days of winter with you here in my arms
I'll be your shelter from the storm just to have you by my side
If i could find you
If i could find you

Now every time i see a beautiful shine
I just remember her smile
I just picking up your pieces
I'll meet you in the midst of vague memories

I'd rather have a rainy day with you than see the sunshine alone
Or have a hundred days of winter with you here in my arms
I'll be your shelter from the storm just to have you by my side
If i could find you
If i could find you

I need you back to me baby (baby)
So baby come back to me
So would you come back to me
You know.... Now... My life without you a broken love song

If i sing a song with your meaning
My words sung to you
The amount of hugs will only hurt me more

I'd rather have a rainy day with you than see the sunshine alone
Or have a hundred days of winter with you here in my arms
I'll be your shelter from the storm just to have you by my side
If i could find you
If i could find you

EXO - What Is Love


ROMANIZATION

Girl, I can’t explain what I feel
Oh baby my baby, baby, baby, baby yeah

haruga machi ilbunchorom neukkyojige mandeulji
nomanisseumyon yonghwasoge juin-gong
nol borodallyoganeun eksyonsinirado jjigeulgot chorom nan machi yongungi dwen gotchorom

non nege wanbyok sangsanghebwasso
hamkkeramyon ottolkka yeah
nan noman gwenchantago malhejumyon modu wanbyokhe oh baby

I lost my mind noreul choeummannasseultte
no hanappego modeun-goseun get in slow motion
nege mar-hejwo ige sarangiramyon

meil geudewa sumaneun gamjongdeureul-lanwojugo bewogamyo
ssaugo ulgo anajugo
nege mar-hejwo ige sarangiramyon

sesangnamjadeul modu nalburowohe
noreul gajin nega jiltuna jukgennabwa
hega gado dari gado jolde anbyonhe
nan bogiboda ujikhage mideullamjaraneun-gol
non algedweltenikka

I don’t know why joldejogin igamjong
nega senggakjocha hesseulkka
ne gyote isseultte nan jomjom dedanhan namjaga dwedo bitnaneun gol

I lost my mind noreul choeummannasseultte
no hanappego modeun-goseun get in slow motion
nege mar-hejwo ige sarangiramyon

meil geudewa sumaneun gamjongdeureul-lanwojugo bewogamyo
ssaugo ulgo anajugo
nege mar-hejwo ige sarangiramyon

ganjor-hi barago barandamyon
i-rwojilkka donghwayegichorom
yongwonhan dulmane happy ending happily ever after
namaneun nol midojugo jikyojugo dallejulkke
nipyoni dwelkke
nigyoteso jolde anttona

I lost my mind noreul choeummannasseultte
no hanappego modeun-goseun get in slow motion
nege mar-hejwo ige sarangiramyon

meil geudewa sumaneun gamjongdeureul-lanwojugo bewogamyo
ssaugo ulgo anajugo
nege mar-hejwo ige sarangiramyon

sesangnamjadeul modu nalburowohe
noreul gajin nega jiltuna jukgennabwa
My babe, baby babe, baby baby
nolaraboneun-gol ige sarangin-gol
aichorom nol jaju utgemandeulgo
chingguchorom nol gajang pyonhage mandeulkkoya
My babe, baby babe, baby baby
mar-hejwo nege what is love

ENGLISH

Girl, I can’t explain what I feel.
Oh baby my baby, baby, baby, baby.. yeah.

Making a day feel like a minute
With you, I’m the main character of a movie
As if I’m about to film an action scene to come see you, as if I’ve become a hero

You’re perfect to me, I imagined
How would it be if we were together?
If only you say okay, everything is perfect, oh baby

* I lost my mind, the moment I saw you
Except you, everything get in slow montion
Tell me, if this is love
Sharing and learning countless emotions everyday with you Fighting, crying and hugging
Tell me, if this is love

All the guys in the world are jealous of me
They must be jealous to death of me, for having you
Even after the sun goes down and moon goes down, it will never change
You will find out that I’m a guy whom you can trust

I don’t know why, this unconditional emotion
Did I ever imagine?
Next to me, your shine more brightly as I become a better guy

* I lost my mind, the moment I saw you
Except you, everything get in slow montion
Tell me, if this is love
Sharing and learning countless emotions everyday with you Fighting, crying and hugging
Tell me, if this is love

If you wish and wish earnestly
Will it come true, like the fairytales?
A never-ending happy ending, happily ever after
I will trust you, protect you and comfort you
I will be on your side
I will never leave your side

* I lost my mind, the moment I saw you
Except you, everything get in slow montion
Tell me, if this is love
Sharing and learning countless emotions everyday with you Fighting, crying and hugging
Tell me, if this is love

All the guys in the world are jealous of me
They must be jealous to death of me, for having you
My babe, baby babe, baby baby
I can tell, this is love I will make you smile often like a child
I will make you feel the most comfortable, like a friend
My babe, baby babe, baby baby
Tell me, what is love

INDONESIAN

Sayang.. Aku tak mampu untuk menjelaskan apa yang sedang aku rasakan
Oh baby my baby, baby, baby, baby.. yeah.

Karenamu, satu hari terasa seperti hanya satu menit
Ketika bersamamu, aku merasa menjadi seorang karakter utama dalam sebuah film
Rasanya aku adalah seorang pahlawan dalam adegan film action yang akan datang menyelamatkanmu

Kau sempurna bagiku, aku membayangkan…
Bagaimana jadinya jika kita bersama?
Hanya dengan kata oke darimu, semuanya menjadi sempurna, oh baby

*Aku akan kehilangan akal, ketika aku melihatmu
Kecuali dirimu, apapun yang ada didunia ini akan bergerak lambat
Katakanlah padaku, jika yang aku rasakan ini adalah cinta
Berbagi dan belajar berbagai hal yang aku rasakan bersama denganmu
Perjuangan, tangisan dan pelukan
Katakanlah padaku, jika yang aku rasakan ini adalah cinta

Semua pria di dunia cemburu padaku
Mereka pasti cemburu setengah mati padaku
Bahkan hingga matahari dan bulan sudah tenggelam, perasaanku takkan pernah berubah
Kau akan menyadari bahwa akulah seorang pria yang bisa kau percaya

Aku tak tahu mengapa, ini adalah perasaan tak bersyarat
Apakah aku pernah membayangkan hal ini?
Disampingku, kau bersinar lebih terang membuatku menjadi seorang pria yang lebih baik

* Aku akan kehilangan akal, ketika aku melihatmu
Kecuali dirimu, apapun yang ada didunia ini akan bergerak lambat
Katakanlah padaku, jika yang aku rasakan ini adalah cinta
Berbagi dan belajar berbagai hal yang aku rasakan bersama denganmu
Perjuangan, tangisan dan pelukan
Katakanlah padaku, jika yang aku rasakan ini adalah cinta

Jika kau ingin dan mengharapkannya dengan sungguh-sungguh
Akankah semuanya terwujud, seperti cerita dongeng?
Berakhir bahagia, bahagia selamanya
Aku akan mempercayaimu, melindungimu dan menghiburmu
Aku akan berada disampingmu
Aku takkan pernah meninggalkanmu

* Aku akan kehilangan akal, ketika aku melihatmu
Kecuali dirimu, apapun yang ada didunia ini akan bergerak lambat
Katakanlah padaku, jika yang aku rasakan ini adalah cinta
Berbagi dan belajar berbagai hal yang aku rasakan bersama denganmu
Perjuangan, tangisan dan pelukan
Katakanlah padaku, jika yang aku rasakan ini adalah cinta

Semua pria di dunia cemburu padaku
Mereka pasti cemburu setengah mati padaku
Aku bisa mengatakannya, yang ku rasakan ini memang cinta
Aku akan membuatmu tertawa sesering mungkin, seperti seorang anak kecil
Aku akan membuatmu merasa lebih nyaman, seperti seorang teman
Jelaskanlah padaku apa itu cinta..

English taken from pop!gasa

Translated & Edited to INDO by ciwbaik.wordpress.com


Hanafubuki



Rasa senang perlahan merayap. Membuatku menghela nafas lega. Malam telah lama datang. Bukannya aku beristirahat tapi malah memilih untuk mengendap-endap keluar dari kamar pesakitan.

Terus berjalan dengan susah payah dan berusaha seminim mungkin mengeluarkan suara yang ditimbulkan hentakan kakiku. Tak mau perawat memergokiku dan menyeretku kembali ke kamar pengap itu, aku terus melangkah menuju taman yang berada tepat di tengah-tengah rumah sakit.

Sungguh! Ini harus kulakukan. Aku sudah merasa muak dengan bau obat yang menyeruak di kamar. Aku sudah lelah tersenyum ceria, sok kuat pada orang-orang yang memandangku kasihan. Aku hanya ingin menjadi diriku. Diriku sebenarnya yang sebetulnya lemah dan butuh penghiburan bukannya terus terkungkung dalam bangsal sesak penuh bau menyengat.

Tertatih-tatih sambil menghimpun sisa kekuatan yang kumiliki, aku terus melangkah dengan kaki gemetar. Ini bukan misi melarikan diri. Aku hanya ingin keluar sebentar. Hanya semalam saja sebelum besok siksaan berat kembali menghantam. Mungkin saja kan, besok aku tak lagi bisa melihat dunia? Mengingat besok aku akan menjalani operasi yang menentukan hidup dan matiku. Yah, kalau perkiraanku menjadi kenyataan aku malah berlega hati, rasa sakit yang menggerogoti dan sudah lama menyiksaku ini tak lagi bisa menyerang. Aku pasti akan menuju ke alam yang lebih damai. Ini sikap putus asa memang, tapi aku sungguh-sungguh sudah lelah. Dan untuk yang terakhir kalinya aku ingin melihat sakura mekar meski kesempatan itu datang di malam hari—karena di siang hari aku tak diperbolehkan keluar kamar dan pastinya taman akan penuh dengan orang-orang.

“Sampai...,” gumamku lirih seraya menatap hamparan rerumputan yang tertata apik, bebatuan yang mengelilingi kolam kecil dimana nampak bambu berayun naik turun sesuai dengan debit air yang terisi dan yang terpenting pohon sakura yang menjulang tinggi dengan bunga-bunganya yang berwarna pink berada di tengah-tengah seolah dia menjadi pusat pemandangan menarik dari semua tanaman yang tumbuh di sekelilingnya.

Aku yang sempat terpaku kembali melanjutkan langkah. Menuju ke sebuah kursi taman yang terletak tepat di bawah pohon sakura yang nampak jelas karena lampu-lampu yang menyoroti semua penjuru taman.

Duduk disini sendirian rasanya nyaman walau terselip hawa kesepian. Andai aku tak mendekam terlalu lama di bangunan yang didominasi warna putih itu. Pasti hari-hari dimana sakura mekar seperti sekarang, aku sudah duduk bersama-sama kaa-san , tou-san dan nee-chan di bawah pohon sakura di taman Ueno untuk merayakan Hanami . Hahhh... Kapan ya aku merayakan hanami seperti itu? Sepertinya sudah sangat lama aku tak lagi menghabiskan waktu untuk sekedar berlibur dengan keluarga.

“Hei, kenapa duduk sendirian malam-malam begini? Apa kau tak takut diculik hantu?” Suara seseorang membuat bayanganku mengabur lenyap.

Kutatap dia dengan wajah tak suka. Kesendirianku terganggu oleh sosok asing berambut awut-awutan yang di tangannya sedang membawa setoples entah apa itu isinya.

“Hantu? Orang sepertiku sudah tak merasa takut dengan ‘calon teman’nya,” sahutku dengan muka datar.

Ternyata ide kabur diam-diam ke taman tak hanya aku yang memikirkannya, dia pun juga. Dan sekarang kami bertemu, saling menatap dengan sorot menelisik lalu duduk bersebelahan. Sungguh tak terduga.

“Sepertinya kau ini pasien berpenyakit kronis ya? Kelihatan sekali dari keputusasaan yang secara tak langsung kau utarakan.” Dia tersenyum sambil meletakkan toples kaca itu di sampingnya.

Aku hendak menanggapi celotehnya yang lumayan menohok tapi begitu melihat isi dalam toples kaca, aku malah terkekeh.

“Tsuru ? Masih percaya dengan takhayul rupanya?” ejekku dan suaraku semakin terbahak tapi ekspresi yang dia tunjukkan
tak sesuai dugaan. Tak nampak amarah atau rasa jengkel muncul di raut wajahnya.

“Ini bukan takhayul atau dongeng anak-anak. Tsuru kertas ini adalah doa dan api penyemangat, nona,” sanggahnya seraya menatap toples itu lekat-lekat.

Ucapannya membungkamku. Ah, bukan! Bukan kata-katanya yang membuatku tak bisa menyahut tapi ekspresi di wajahnya. Lampu neon yang menyorot pohon sakura dan kami, membuatku jelas dapat melihat betapa seburat merah di pipinya itu muncul tiba-tiba. Wajahnya melembut begitu tatapan mata itu tertumbuk pada benda kecil-kecil di dalam toples. Apakah tsuru kertas itu buatan seseorang yang begitu dia sayang? Sampai-sampai ekspresinya berubah seperti orang yang dilanda kasmaran.

“Jangan-jangan kau tak mengerti esensi dari mitos tsuru? Ini tak sekedar sebuah ritual untuk meminta sesuatu. Apa kau tahu? Setiap hari Hirano melipat kertas-kertas kecil ini setelah sebelumnya menorehkan kata-kata penyemangat di dalamnya. Dia menuliskan permohonan. Doa, agar aku cepat sembuh. Kesungguhan hatinya sangat tersampaikan dan membuatku terharu.” Dia menghela nafas sesaat, melirik bunga-bunga yang menempel di dahan yang berada tepat di atas kami lalu beralih menatapku dan kembali berucap, “Bukan 1000 tsuru kertasnya yang membuat permohonan si pembuat terkabul tapi kesungguhan hatinya lah yang membuat keinginannya yang tulus menjadi kenyataan.” Tangannya memutar-mutar tutup toples dan mengeluarkan satu bangau kertas selanjutkan dia berikan padaku. “Bukalah.”
Aku mengernyit bingung seraya menerima tsuru itu. Kubuka lipatan-lipatan pada kertas dan seketika terpaku menatap kalimat yang tertoreh di dalamnya. “Taro-kun , kau pasti akan sembuh! Kau kan sekuat Tora . Jadi, terus berjuang ya?!” Aku berbisik lirih membaca tulisan dari gadis bernama Hirano.

Pasti sangat melelahkan menulisi satu-satu lembaran-lembaran kertas lipat sebanyak itu dan setelahnya melipat dengan teknik lipatan yang serumit ini. Aku saja terharu melihatnya apalagi pemuda itu. Pantas dia bersemu bahagia tadi.
“Kau beruntung ya? Pacarmu sangat menyayangimu,” ucapku lirih sambil kembali melipat kertas ini ke bentuk semula. Aku menuduk. Mataku terfokus pada apa yang kupegang tapi rasanya hatiku mendadak sakit. Aku... Aku merasa... Iri!

Kudengar kursi berdecit lirih dan kurasakan pergerakan darinya. Dia berdiri tepat di depanku.

“Kau ini tak bisa membuat origami tsuru ya? Sini, biar aku saja.” Dia merampas apa yang selama semenit lebih ini
kutekuni tapi tak kunjung berhasil melipat sama persis seperti tadi.

Mau tak mau aku mendongak menatapnya. Ternyata, jika diperhatikan dengan seksama dia nampak gagah dan... tampan. Kenapa tadi tak kusadari?

“Kenapa? Baru sadar aku tampan?” ucapnya narsis begitu menyadari sedang kupandangi.

“Eh? Ti-tidak kok. Siapa juga yang melihatmu. Aku hanya mengamati cara membuat tsuru,” sahutku gugup.

Dia mengangkat alisnya. “Ternyata kau benar-benar tak bisa melipat tsuru ya? Baru tahu aku, kalau ada orang Jepang yang tak bisa membuatnya. Nona, kau tak pernah diajari di sekolah?”

Eh? Awal-awal pertemuan tadi kupikir dia itu orang yang ramah dan lembut ternyata aslinya seketus ini? Narsis pula!
Cih! Waktu menikmati sakura yang sangat susah kudapatkan menjadi sia-sia karena dia. Menyebalkan!

“Memangnya kenapa kalau aku tak bisa melipat kertas hah? Aku memang tak pernah sekolah!” Aku menyahut tak kalah ketus.

“Mana ada orang yang tak pernah sekolah?” Dia bertanya dengan wajah terheran-heran. Aktifitasnya melipat tertunda.

Dia duduk lagi menjejeriku tapi kali ini lebih dekat bahkan siku kami saling bersinggungan.

Aku menyadari bahwa reaksiku barusan berlebihan, “Tidak sepenuhnya tak pernah sekolah sih. Tapi karena aku memang lemah sejak lahir jadi lebih sering membolos berhari-hari untuk memeriksakan diri di rumah sakit atau beristirahat di rumah. Hingga akhirnya aku merasa percuma sekolah. Jadi aku tak mau sekolah lagi.” Aku mengaku. Luka lama kembali muncul, membuat hatiku sedih dan dadaku sakit ketika menceritakannya. Tapi kenapa aku menceritakan hal ini pada orang asing sih? Tak biasanya aku berkata-kata sebanyak ini kepada orang—termasuk keluargaku sendiri.

“Kau tahu? Hirano sering bilang, tak ada yang percuma di dunia. Semua yang kita lakukan pasti berdampak. Setidaknya dengan bersekolah kau bisa merasa lebih hidup ‘kan? Bertemu dengan banyak orang, mendapatkan teman dan tentunya tak kesepian.”

“Aku tak punya dan tak mungkin mendapat teman,” sanggahku cepat. “Tak ada yang mengingatku karena aku jarang muncul. Aku ada atau tidak pun tak berarti apa-apa bagi mereka. Jadi kehadiranku itu tak berpengaruh apa-apa?! Tak berdampak! Percuma! Sejak kecil aku terlahir dengan fungsi jantung yang tak normal. Setiap waktu harus menikmati pemandangan rumah sakit yang menjemukan, melihat ekspresi murung orang-orang di sekitar dan terlebih lagi... aku... selalu merasa was-was dengan kematian yang setiap saat mengintip. Tahu apa kau tentang penderitaanku? Dan... dan lagi si Hirano itu. Dia tak pernah merasakan hal sama denganku jadi segampang itu dia bisa berbicara!” sangkalku dalam sekali tarikan nafas. Aku terengah-engah dan dadaku seketika terasa seperti ditusuk-tusuk. Emosiku sepertinya sudah tak terbendung. Segala perasaan yang terpendam dalam hati tumpah begitu saja di hadapan orang asing yang bahkan belum memperkenalkan diri.

Raut mukanya menujukkan keterkejutan tapi cuma sesaat. Beberapa detik kemudian dia kembali tersenyum. Terlihat lembut. Sontak aku menjadi merasa bersalah.

“Hirano pasti tahu apa yang kau rasakan. Karena dia mengerti betul bagaimana rasanya sakit itulah, dia memberiku ini.” Di sorongkannya toples itu ke arahku. Senyumnya menghilang.

“Maksudnya?”

“Ini benda terakhir yang Hirano berikan padaku sebelum dia meninggal beberapa hari yang lalu. Padahal kami sudah berjanji untuk melihat bunga sakura sama-sama disini sambil menunggu hanafubuki. Tapi Tuhan berkehendak lain.” Dia diam sesaat. Raut kesedihan terpatri jelas. Begitu melihat kelopak bunga gugur. Tangannya terulur menadah, berusaha menangkap kelopak yang terjatuh perlahan itu. “Hirano mengidap leukimia. Untuk sembuh, dia membutuhkan cangkongan sumsum tulang belakang dan sangat susah menemukan orang yang cocok sebagai pendonor. Sedangkan aku hanyalah orang yang kebetulan seruangan dengannya yang sama-sama menderita sebuah penyakit. Dulu aku sepertimu. Pesimis. Putus asa dalam menjalani hidup. Tapi begitu mengenal Hirano semangat hidupku kembali meletup-letup. Aku beruntung bertemu dengannya. Kalau tidak, pasti sekarang aku sudah mati dalam keputusasaan. Hidupnya memang singkat tapi sangat membekas terutama dalam ingatanku. Aku berhutang nyawa padanya. Jantungku ini pemberiannya dan semangat yang kurasakan sekarang juga berkat dirinya. Jadi jangan manja, nona. Semangat hiduplah yang membuat seseorang merasa hidup. Nikmatilah hidupmu semaksimal mungkin.” Dia mengusap-usap rambutku lembut. Membuatku merona. Kikuk.

“Ak-Akanishi. Yukio Akanishi namaku, bukan nona.”

“Akanishi ya? Salam kenal. Namaku Shotaro Akichi.” Tangannya terulur menunggu tanganku menjabatnya.

Ini adalah permulaan persahabatan kami. Hingga langit berubah warna menjadi kebiruan, kami tetap berada disini. Berbicara, bercanda dan menikmati bunga-bunga yang mendominasi ranting-ranting yang menaungi kami.

Sebelum kami kembali ke tempat kami masing-masing, janjinya yang tak terpenuhi pada Hirano, dia layangkan padaku. Dia ingin kami kembali bertemu saat hanafubuki tiba. Menikmati kelopak-kelopak indah itu berguguran seraya melanjutkan obrolan-obrolan panjang yang mengasyikkan.

“Aku akan datang ke pohon itu Akichi. Pasti.” Kembali kuucapkan sumpahku dalam hati lalu memejamkan mata karena rasa kantuk yang mendera. Entah mengapa, kamar yang paling kubenci dan selalu saja tak dapat membuatku tidur nyenyak ini, kini terasa nyaman. Mendamaikan.

***

Mataku terbelalak tapi langsung memicing begitu menatap lampu di atap yang terasa sangat menyilaukan. Kuedarkan pandanganku dan kutemukan dokter yang sepertinya sudah selesai memeriksaku, kaa-san, tou-san dan nee-chan juga ada di sekelilingku. Lontaran kata-kata sukacita dan pelukan-pelukan hangat aku terima begitu dokter menyimpulkan bahwa aku sudah melewati masa kritis.

Hatiku pun ikut bahagia. Terlebih ketika kurasakan tubuhku seolah lebih ringan. Tak ada nafas yang terputus-putus karena dada sesak dan pastinya rasa sakit yang menusuk tak lagi menyerang. Aku hidup kembali. Operasi transplatansinya berhasil. Dan itu artinya aku menjadi gadis normal. Bisa melakukan banyak aktifitas yang kusukai, bersekolah dan..., Eh? Tora! Untung saja aku teringat dengannya juga janji kami.

Serta merta aku bertanya, “Kaa-san, musim sakura mekar masih ada ‘kan?”

“Eh? Kenapa Yuki-chan tiba-tiba bertanya soal sakura?” Nee-chan menimpali dan tou-san serta kaa-san hanya menatapku bingung.

“Jawab saja!” pintaku tak sabar seraya bangun dari ranjang dan bersiap-siap turun.

“Eh-eh! Yuki-chan, kau baru siuman jangan langsung bangun. Kau ini kenapa sih? Panik begitu.”

Tanpa menunggu jawaban yang tak kunjung datang aku langsung berjalan menuju pintu keluar tapi cengeraman tangan
mereka sungguh menunda maksudku, “Lepaskan aku. Ku mohon. Aku ada janji melihat hanafubuki.” Aku berontak, berusaha melepaskan cengeraman mereka.

“Janji? Dengan siapa?”

“Akichi. Aku ingin bertemu.” Aku kembali membujuk mereka.

Masih dengan saling menatap bingung akhirnya cengekeraman ini lepas sudah. Kontan aku langsung berlari menuju taman. Kuharap aku tak terlambat. Pohon sakura, kumohon jangan gugurkan bungamu sebelum aku datang.

Bunga-bunga sakura yang dulu mendominasi semua dahan-dahan kini tak nampak lagi. Seluruh permukaan pohon dipenuhi daun-daun hijau. Terlebih lagi tak kulihat Shotaro Akichi di kursi itu.

Tentu saja dia tak ada. Hanafubuki sudah lewat. Janji kami sudah kedaluarsa karena aku tak datang. Namun... tetap saja aku merasa kecewa. Pohon tak mungkin bisa menunggu tapi Tora, kenapa tak menungguku? Aku ingin bertemu! Aku ingin menceritakan bahwa semangat hidupku sudah kembali. Aku mendapatkan jantung baru dan tentu saja yang terpenting dari semuanya aku ingin lebih dekat dengannya. Walau hanya sekali itu bertemu tapi aku merasa suka. “Aku menyukai
Tora. Ingin bertemu Tora.” Tanpa sadar mulutku mengeluarkan suara. Airmataku tak terbendung lagi, mengalir deras tanpa bisa berhenti.

“Kenapa kau tak menungguku? Dan bodohnya aku, kenapa waktu itu tak bertanya tentang rumah dan asal usulmu? Kenapa? Kenapa? Kalau begini aku tak bisa mencarimu Tora!” Kakiku melemas dan membuatku duduk berjongkok seraya menyembunyikan wajah di antara lutut.

***

Minggu demi minggu berlalu... Sesuai dengan nasehat seseorang, aku berusaha untuk menikmati hidupku. Melakukan apa yang kusuka dan tentu saja kembali bersekolah.

Aku tertegun lama. Melamun dengan sorot mata yang tak beralih dari pintu gerbang utama Tokyo gakuen . Bukannya aku gugup untuk melangkah lebih jauh dan merasakan lingkungan yang baru tapi entah mengapa melihat bangunan sekolah itu aku jadi teringat Akichi.

“Bahkan usiamu saja aku tak tahu,” gumamku lirih. Perasaanku sendu.

“Hahhh... Tarik nafas... Hembuskan... Ya, sudah cukup persiapannya. Jangan gugup saat memperkenalkan diri Yukio! Ganbatte! ” ucapku pada diri sendiri di depan pintu kelas. Tinggal menunggu Matsuda-sensei menyuruhku masuk maka

perjuangan di sekolah baru resmi dimulai.

“Ayo masuk,” perintah sensei begitu membukakan pintu. Aku hanya mengangguk seraya melangkahkan kaki.

“Anak-anak inilah teman baru kalian,” ujar Matsuda-sensei berusaha menguasai keadaan yang tadi sempat sedikit riuh begitu aku masuk. “Akanishi, silakan memperkenalkan diri.”

“Ba-baik.” Aku membungkuk singkat pada Matsuda-sensei lalu memutar arah menghadap murid-murid 1A yang tak lagi mengeluarkan suara sedikitpun. “Wa-watashiwa wa —“ Begitu aku melayangkan pandang ke arah puluhan murid, seketika mataku tertumbuk pada wajah yang sangat kukenal. “Sho-Shotaro Akichi?!” pekikku kaget. Buru-buru aku membungkam mulutku saat kusadari keterkejutanku membuat mereka menatapku aneh.

Akichi menegakkan badan lalu tersenyum kepadaku. Membuatku seketika merasa diguyuri ribuan kelopak bunga. Hatiku bersorak gembira. Rasanya aku ingin berlari ke arahnya dan memeluknya erat.

Dia ada disini. Satu sekolah denganku. Tak ada lagi rasa kecewa di hati karena takdir sudah berbaik hati mempertemukan kami. Akichi, kuharap ini adalah sebuah pertanda bahwa kita terhubung. Pertemuan pertama bisa disebut kebetulan tapi untuk yang kedua, boleh ‘kan aku mengatakan bahwa kita berjodoh?

Sepertinya musim semi tahun depan aku bisa menikmati hanafubuki yang tertunda nih, batinku girang. Tak apa jika aku menjadi terlalu percaya diri. Kan, takdir sudah mengatakan dengan jelas bahwa kami berjodoh. [ ]