Minggu, 23 Agustus 2015

[Review] The Mirror Twins



The Mirror Twins

Penulis : Ida R. Yulia
Penerbit : Grasindo
Halaman : 177
ISBN : 978-6023-750573
Harga : 49,000
Orang-orang mengenalku dan saudara kembarku, Vincent, sebagai The Mirror Twins, Kembar Cermin. Meski wajah kami sangat mirip, ia berusaha menjadi sosok yang berbeda denganku, sengaja atau tidak. Aku kidal, ia tangan kanan. Aku cerdas dan aktif di sekolah, ia tak peduli dengan sekolah. Aku gadis remaja baik-baik, ia cowok nakal dan suka berbuat semaunya sendiri. Dan, ini yang membuatku kesal sekaligus sedih; aku sangat menyayangi Mom, ia justru cenderung tak betah berada di dekat Mom.

Sampai kemudian sebuah tragedi menimpa keluarga kami. Whitney, kakak tertua kami, membawa lari uang bosnya sebesar 250 ribu dolar. Jumlah yang fantastis, mampu membuat orang sekaliber Reynold Hendale - sang bandar narkotika - melakukan tindakan brutal; menjebol rumah kami, membuat Mom menderita, hingga menculik aku dan Vincent, sampai melintasi perbatasan Indianapolis.

Kami adalah Kembar Cermin. Kisah penculikan kami hampir menyerupai Hansel dan Gretel. Hanya saja, jika Hansel meninggalkan remah roti sebagai jejak agar ia dan adiknya bisa menemukan jalan kembali ke rumah, Vincent justru meninggalkan bercak darah.

Aku bahkan tak yakin kami bisa kembali pulang.

***

Mengisahkan tentang saudara kembar yang saling bertolak-belakang, Vincent dan Emma. Keluarga yang dibilang kacau setelah sang ayah meninggal ditambah kasus Whitney--si sulung penyebab si kembar diculik oleh sebab Whitney membawa lari uang Reynold sang bos bandar narkoba membuat konflik dalam novel ini semakin menarik untuk dibaca.

Penulis menuliskannya menggunakan sudut pandang orang ketiga. Tapi sepertinya yang paling banyak kena sorot Vincent. Tidak apa-apa sih, walau di sini, dilihat dari sinopsisnya tokoh utamanya tak hanya Vincent namun juga Emma tapi menurutku Vincent lah yang memang karakternya paling menonjol setelah itu barulah Emma.

Vincent si bocah biang onar, pembangkang tapi sebenarnya juga cerdas dan memiliki bakat menggambar berhasil menyita perhatianku. Dia seperti remaja kebanyakan yang ingin dianggap dewasa tapi juga memang sifat kekanakannya masih tampak. Membuat karakter Vincent manusiawi soalnya banyak kutemukan karakter tokoh utama di novel-novel terlalu sempurna sampai kamu akan berpikir nggak bakal kamu temui di dunia nyata. Adegan yang paling bikin greget adalah saat Vincent coba-coba ke Misha Bar. Dia ditolong Alan, tapi bukannya terima kasih malah marah-marah. Rasanya ingin ketendang Vincent atau kumaki-maki. Hahaha! Lalu Emma yang juga adalah gadis cerdas dan keras. Dan aku menemukan sesungguhnya karakter keduanya memiliki kemiripan. Vincent dan Emma sama-sama keras satu sama lain. Jadi keduanya tidak semuanya bertolak-belakang.

Sewaktu baca, ada beberapa adegan yang membuatku trenyuh dan ikut hanyut ke dalam kisah si kembar. Pertama saat sang ibu meminta Vincent menggambarkan foto masa kecilnya dengan Emma, kedua saat aksi kabur si kembar dan saat bagian terakhir di mana pesta ultah kecil-kecilan diadakan. Jujur, mataku sempat berkaca-kaca. Wkwkwk!!!

Banyak hal yang bisa dipetik dari kisah ini. Soal... pasti segala sesuatu masalah ada alasannya. Seperti Vincent yang berubah menjadi berandal tak terkendali dan bahkan seperti membenci ibunya. Kadang kita cuma melabeli seorang itu nakal, seorang itu buruk dari sikap dan tampilannya saja tanpa mau tahu apa yang ada di balik hal yang membuatnya seperti itu. Tanpa pernah ibunya tahu, Vincent membencinya karena ibunya yang sempat terpuruk saat ayahnya meninggal dan selama setahun abai pada keluarganya. Dan juga keluarganya seperti Whitney, Emma bahkan sang Ibu melihat Vincent memiliki pergaulan yang buruk, memang sih buruk tapi tanpa mereka mengerti justru disitulah Vincent merasa diterima dan mendapatkan teman. Makanya dia lebih betah di bengkel ketimbang di rumah dan bertemu dengan orang-orang yang menatap dengan sorot menghakimi. Aku juga jadi mengerti kenapa adekku lebih betah main daripada duduk di rumah. #MalahCurhat :v

Oh iya... Untuk setting nggak usah diragukan lagi. Baca novel ini seperti baca novel terjemahan. Soalnya pendeskripsian tempat, suasana berikut kebiasaan para tokohnya sudah serasa benar-benar kayak di Amerika. Sudah melebur ke dalam cerita.

Kekurangan dari novel ini adalah kurang panjang dan kurang detail. Alurnya kecepetan. Hehehe~ #peace (Miss, habis ini boleh minta versi lengkap pemotongan jari?) Begini, dalam novel ini separuh lebih menuliskan tentang kehidupan keluarga Atherton dan banyak konfliknya barulah penculikan terjadi. Jadi kalau dibilang cerita ini mengambil dari kisah Hansel dan Gretel sangat jauh beda. Paling persamaannya cuma jejak. Menurutku, kasus penculikan seperti bukan kisah utama dalam novel ini tapi kisah perpecahan keluarga dan penyelesaiannya yang lebih banyak diungkapkan. Akan lebih bagus kalau kisah Whitney juga dituliskan. Misal: adegan dia disiksa mungkin. Hehehe~

Oke! Aku kasih 4 bintang dari 5 bintang untuk novel ini.

Sabtu, 01 Agustus 2015

[Review] Dongeng Ketiga Belas


Penulis : Diane Setterfield
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : November - 2008
Halaman : 608
Dimensi(L x P) : 135x200mm
Kategori : Suspense
Segmen : Dewasa
Text : Bahasa Indonesia

SINOPSIS BUKU

'Ceritakan padaku yang sesungguhnya'.

Permintaan sederhana itu mengusik hati Vida Winter, novelis ternama yang penuh rahasia. Bukankah selama enam puluh tahun ini dia telah mengarang banyak dongeng, tapi tak pernah mengungkapkan kisahnya sendiri? Namun, menjelang ajal, masa lalu tak dapat dihindarinya lagi, berapa pun banyaknya dongeng yang telah ditenunnya.

Maka Vida Winter mengundang Margaret Lea, penulis biografi muda, yang memiliki rahasia sendiri tentang kelahirannya, yang telah dikubur dalam-dalam oleh orang-orang yang paling dia kasihi, dan menciptakan bayang-bayang kelam yang membuntuti tiap langkahnya.

Inilah kisah Vida dan keluarga Angelfield: Isabelle yang cantik dan keras kepala, si kembar Adeline dan Emmeline yang liar, rumah besar Angelfield yang tua dan nyaris ambruk, serta semua penghuninya, hidup atau mati.

Sementara Margaret tenggelam dalam dongeng Vida, rahasia kelam itu lambat laun tersingkap, dan saat kebenaran mengemuka, kedua wanita itu pun harus menghadapi hantu-hantu yang selama ini membayangi hidup mereka.


***

Manusia menghilang ketika mereka mati... Namun ada pengecualian pada beberapa orang tentang hal ini. Karena dalam buku-buku yang mereka tulis, mereka tetap hidup... Dengan mukjizat tinta di atas kertas, mereka tetap terjaga. Ini semacam keajaiban.--Hal. 35

Kutipan di atas adalah isi pikiran Margaret Lea yang begitu menyukai buku--bahkan seluruh hidupnya dihabiskan bersama buku-buku di toko buku milik sang ayah dan menjadikan dirinya seorang penulis biografi tokoh-tokoh berpengaruh yang menarik minatnya--yang tentu saja sudah mati karena Lea tak begitu suka menuliskan kisah hidup orang masih ada.

Cerita bermula kala Margareth Lea mendapatkan surat dari seorang pendongeng terkenal, Vida Winter. Ada tawaran untuk Lea, bahwa dia diminta menuliskan biografi Vida Winter. Awalnya enggan. Bahkan sebetulnya tidak mau namun karena kata-kata, "ceritakan padaku yang sesungguhnya" cukup membuatnya tergelitik. Ditambah dia yang tak pernah membaca karya Vida, lalu hendak mencoba malah menjadi begitu suka dengan karya Vida, membuat Lea akhirnya setuju datang ke rumah Vida.

"Kita kadang-kadang menjadi sangat terbiasa pada kengerian yang ada pada diri kita, dan lupa betapa ngerinya hal tersebut pada orang lain.--Hal. 90

Siapa Vida Winter yang sesungguhnya?

Di novel ini kita akan dibuat penasaran oleh kisah-kisah yang diceritakan sang wanita tua ini juga perjalanan Lea dalam misi menguak misteri yang tersembunyi rapat di rumah keluarga Angelfield, keluarga Vida Winter sebelum dirinya mengganti nama dan menutup diri pada dunia.

Meski alurnya lambat dan saya dibuat harus membaca cerita yang bahkan sebelum Vida lahir, tapi cukup membuat penasaran akan kisah-kisah keluarga Angelfield. Vida memulai dengan kisah George yang terpuruk karena kehilangan istrinya. Oleh sebab diabaikan, putra George menjadi sosok anak nakal yang membuat sebagian besar pembantu rumah keluar. Lalu ada Isabelle, sang putri yang menyebabkan ibunya meninggal saat melahirkan dia, memiliki sifat-sifat yang tak lazim tapi memikat karena kecantikan dan kecerdasannya bahkan mampu membuat George sang ayah begitu menyayanginya--sampai-sampai bunuh diri karena Isabelle kabur dan menikah--juga Charlie, kakaknya yang membuat lelaki ini menutup diri dari dunia luar--tak pernah mau keluar dari kamar dan menghilang tiba-tiba setelah tahu Isabelle telah meninggal--terakhir ditemukan mayatnya yang sudah busuk dengan pistol di tangan.

Kisah bergulir pada si kembar, Adeline dan Emmeline, putri dari Isabelle. Kedua gadis cilik ini sudah aneh sejak kecil. Begitu liar dan bahkan berani menculik seorang bayi di desa hanya karena ingin main dengan kereta bayinya--dan bayinya ditinggal begitu saja. Lalu ketidakmauan mereka memakai bahasa Inggris pada umumnya. Mereka seolah punya dunianya sendiri dan memakai bahasa yabg hanya dipahami oleh keduanya.

Semasa itu, banyak keganjilan yang terjadi. Perubahan drastis Adeline yang semula begitu kasar, kini bisa cooperative bahkan suka membaca dan ikut berkebun dengan John Digence si tukang kebun yang sama setianya dengan Missus. Lalu bertemunya Lea dengan Aurelius yang dipercaya Lea bayi yang berasal dari peristiwa kebakaran rumah Angelfield. Juga misteri siapa yang mencelakai John hingga membuatnya mati.

Misteri terkuak satu per satu bukan hanya lewat pengakuan Vida Winter namun juga karena Lea yang berusaha menyelidiki sendiri dengan meminta bantuan dari orang-orang yang terkait dengan keluarga Angelfield juga pengamatannya saat beberapa kali berada di rumah Angelfield yang sudah hampir rubuh.

Endingnya sungguh tak terduga. Banyak kata, "ternyata" yang muncul di kepala saya. Ternyata Vida Winter yang di awal mengaku sebagai Adeline rupaya tidak. Ternyata Emmeline yang tinggal di rumah Vida dengan wujud buruk karena luka bakarnya yang parah juga diragukan kalau dia Emmeline. Dan tulang belulang siapa yang ditemukan di ruang perpustakaan saat perobohan rumah dilakukan. Dan jawaban-jawaban tak dinyana lainnya.

Meski dituliskan dengan sudut pandang Lea, namun ssesungguhnya Lea lebih seperti si pencerita kisah orang lain, dalam hal ini kisah keluarga Angelfield. Yah, meski Lea memiliki kisahnya sendiri yakni dia ternyata adalah kembar--tapi saudaranya meninggal--yang menjadikan dia alasan kenapa dipilih Vida untuk menjadi penulis biografinya, tapi kisah Lea seolah hanya menjadi selipan saja.

Saya menyukai buku ini, oleh karena saya menyukai kisah misteri. Walaupun cover bukunya tak sesuai dengan isi. Bukan karena tidak bagus lho. Lihat saja, cover hitamnya dan gambar-gambarnya indah menurut saya dan justru covernya yang menarik saya untuk membeli tapi tampak sekali cover itu seperti buku anak-anak dan terasa fantasi padahal isinya jauh dari fantasi. Misteri yang terasa dark, suram bahkan tidak cocok untuk remaja. Tapi setiap diksi dan setting yang detail dan penggambaran karakternya yang kuatlah yang membuat saya suka. Maka saya beri bintang 4 dari 5 bintang untuk novel ini.