Rabu, 28 Oktober 2015

[Review] The Golem's Eye


THE BARTIMAEUS TRILOGY #2: The Golem's Eye

Penulis: Jonathan Stroud
Penerjemah: Poppy D. Chusfani
Penerbit: GPU
Terbit: Cetakan kedua, Agustus 2007
ISBN: 978-979-22-2963-9
Genre: Fantasi
Halaman: 624
Sinopsis:
Karier Nathaniel di pemerintahan terus meroket. Tapi kelompok pemberontak Resistance terus melakukan pengerusakan di London. Pekerjaan dan nyawa Nathaniel jadi terancam, bukan hanya akibat aksi Kitty dan teman-temannya, tapi juga karena suatu kekuatan yang tak dikenal serta membingungkan.
Nathaniel pun terpaksa melakukan misi berbahaya ke kota musuh, Praha, dan harus memanggil lagi jin menjengkelkan, misterius, dan berlidah tajam, Bartimaeus.
***

"Nathaniel. Aku bisa bilang apa? Meskipun kami kadang-kadang berbeda pendapat, aku pernah berharap ia akan menjadi orang yang sedikit berbeda daripada normalnya penyihir. Ia menunjukkan inisiatif besar di masa lalu, misalnya, dan sedikit lebih banyak sifat mementingkan orang lain."
--Bartimaeus; hal. 482-483

Tak hanya Bartimaeus yang mengeluh akan perubahan perangai Nathaniel, aku yang membaca pun juga, rasanya pingin aku ceburin itu bocah ke sungai Thames. Pasalnya, di sini Nathaniel lebih arogan, sombong dan sangat ambisius plus yang paling tak kusukai Nathaniel menjadi seorang pemuda pesolek yang terlalu memerhatikan penampilan dengan berlebihan juga menjadi bukan dirinya dengan cara meniru sikap penampilan penyihir lain agar dia bisa tampak sehebat mereka. Intinya Nathaniel di buku ke dua terlalu ingin cepat naik kariernya di kementrian.

Nah, hidupnya sehabis insiden Simon Lovelace itu amat mulus. Mendapat master baru yang lumayan berpengaruh dan bisa membuat dia semakin menjadi penyihir hebat, lalu direkrut masuk ke kementrian. Tapi semua itu menjadi porak-poranda sejak ada insiden beberapa tempat favorit dan terkenal di Inggris diserang Golem (katanya Bartimaeus yang disangsikan para menteri). Nathaniel yang disuruh bertanggung jawab menyelidiki dan menangkap dalang dari kejadian itu. Mulai di sini, dia semakin nggak respect dengan masternya juga merasa selalu terancam posisinya digulingkan. Belakangan, dia memilih mengejar resistance dan menangkap Kitty serta mengambil tongkat Gladstone yang dicuri sendirian supaya ambisinya mendapat kedudukan tinggi dan dihormati bisa tercapai. Tapi apa? Dia malah tertangkap Polisi Malam dan dituduh menjadi sekutu resistance. Poor, Nathaniel!

Untungnya, di sini ada tokoh utama lainnya yang porsinya tak kalah banyak daripada Nathaniel dan sang Jin Bartimaeus, eh? Malah porsinya lebih banyak daripada Nathaniel menurutku. Yak, seperti yang sudah kusebutkan, Kitty! Anggota Resistance yang di buku 1 hanya muncul sekilas saja.

"Itulah sebabnya aku tertarik waktu mengetahui kau datang untuk menyelamatkan Hyrnek. Akui saja, itu keputusan bodoh, dan kau sebetulnya tidak perlu mengambil resiko ini. Tidak ada seorang pun yang memaksamu. Kau salah langkah, tapi dengan alasan yang patut dikagumi..."
--Bartimaeus; hal. 542

Aku sepaham dengan kata-kata Bartimaeus di atas tentang Kitty. Aku suka sifat Kitty yang pemberani, peduli padahal bisa saja dia memilih untuk kabur daripada menolong dan peka. Kekurangannya hanya nekat. Kadang--dan memang begitulah bocah pada umumnya--dia terlalu ceroboh dan labil tapi kecerobohan berakibat fatal di masa tiga tahun lalu membuatnya menjadi sosok yang berhati-hati. Oh iya, aku jelaskan singkat siapa Kitty. Di masa lalu, Kitty lolos dari serangan mantra Jin yang dikendalikan Julius Tallow seorang Menteri Urusan Dalam Negeri. Bukan dia yang terluka melainkan sang teman bermain, Jacob. Sejak itu Kitty menaruh dendam pada para penyihir karena sudah bertindak tak adil padanya dan Jacob. Itulah juga yang membuat Kitty direkrut dalam kelompok pemberontak sekaligus pencuri benda-benda magis, Resistance yang dikepalai oleh Mr. Pennyfeather.

Misi pemcurian benda-benda magis di makam Gladstone membuat Kitty harus kehilangan seluruh rekan dari resistance--kecuali Nick yang kabur entah ke mana dan Mr. Hopkins yang tak bisa Kitty percayai. Dari semua benda jarahan yang tertinggal, Kitty berhasil membawa tongkat Gladstone yang pada akhirnya diinginkan banyak orang termasuk Nathaniel supaya kariernya naik tapi malah jadi tersangka. Di bagian ini setelah dituliskan dengan terpisah, Kitty - Nathaniel akhirnya bertemu. Ini yang aku tunggu-tunggu setelah sebelum baca buku ini aku mendapat spoiler kalau Nathaniel nanti mendapatkan pasangan(?). Hehehe...

Nah, setelah selesai membaca banyak muncul pertanyaan di kepala:

  • Siapa Mr. Hopkins? Sepertinya ada tujuan tertentu dia berada di resistance juga menjadi otak atas tindakan Duvall.
  • Siapa si pembunuh bayaran? Sampai di buku 2 belum nampak titik cerah identitasnya.
  • Sholto juga Makepiece sepertinya juga patut dicurigai deh.
Terakhir, aku kasih bintang 4,5 dari 5 bintang untuk novel ini.

Selasa, 27 Oktober 2015

Blogtour So, I Married the Anti-fan


Kepingin ikutan Giveaway berhadiah novel ini? Silakan membaca syarat dan ketentuannya di link giveaway 
Oh iya, bagi yang tertarik kepingin tahu semenarik apa sih novel 'So, I Married the Anti-fan' ini, silakan baca reviewnya di link review

SELAMAT MENGIKUTI!*0*)9

Kamis, 15 Oktober 2015

[Review] The Amulet of Samarkand



THE BARTIMAEUS TRILOGY #1: The Amulet of Samarkand

Penulis: Jonathan Stroud
Penerjemah: Poppy D. Chusfani
Penerbit: GPU
Terbit: Cetakan ketiga, Oktober 2007
ISBN: 978-602-030-389-5
Genre: Fantasi
Halaman: 512
Sinopsis:
Nathaniel, si penyihir muda, diam - diam memanggil jin berusia 5.000 tahun bernama Bartimaeus. Tugas untuk Bartimaeus tidak gampang — ia harus mencuri Amulet Samarkand yang berkekuatan dahsyat dari Simon Lovelace, master penyihir yang kejam dan ambisius.

Bartimaeus dan Nathaniel pun terlibat dalam intrik sihir yang penuh darah, pemberontakan, dan pembunuhan.

***

Pertama, jempol empat deh buat Jonathan Stroud karena berhasil membuat karya sekeren ini. Aku suka karakter Bartimaeus-nya yang sombong, humoris tapi pedas juga punya otak briliant. Uniknya, footnote yang biasanya cuma dipakai sebagai penjelasan kata asing atau apa, ini malah sering dipakai Bartimaeus untuk curhat atau mengkomentari hal-hal yang tak begitu penting--tapi malah justru itulah yang lucu. Jadi di dalam novel ini, isinya nggak melulu fantasi yang terasa suram tapi juga terselip celotehan dan kelakuan sang jin yang bikin senyum-senyum sekaligus pengen lempar sepatu kalau aku jadi tuannya.

Nilai plus lain dalam novel ini, dengan gaya tulisan Jonathan yang khas, pembaca tidak pernah merasa bosan saat membaca sejak lembar pertama. Deskripsi tempat yang detail, deskripsi karakter dan penampilan serta kelakuan tiap-tiap tokoh di dalamnya menonjol sehingga mempermudah pembaca membayangkan seperti apa kondisi dalam cerita ini. Eh? Tapi ada keanehan ding. Aku tahu setting di novel ini adalah masa sekarang, tapi kalau kubaca malah aku membayangkan situasi masa London jaman dulu sejaman dengan Jack The Ripper gitu deh. Soalnya suasana yang dibangun di sini terasa gelap, suram dan terkesan kuno. Yah, hampir kayak Harry Potter gitu deh, masa modern tapi terasa kuno. Bedanya novel ini dengan Harry Potter selain cerita, ya itu, kalau di Harry Potter para penyihir dan dunianya terkesan rahasia. Tapi di sini justru pemerintahan Inggris dikuasai oleh kaum Penyihir, bukan Commoner--sebutan untuk manusia biasa. Selain itu, tak seperti Harry Potter yang ada sekolah khusus Penyihir, di sini malah calon-calon Penyihir diajari privat oleh Penyihir senior. Seperti anak adopsi, mereka dibeli--atau diambil--dari para orang tua, lalu diberikan kepada Penyihir senior dan dilatih hingga mereka layak menjadi penyihir matang. Di sini bila usia sang Murid menginjak dua belas tahun, maka mereka akan mendapat nama resmi dan nama asli mereka sejak lahir harus dilupakan soalnya berbahaya bila penyihir pesaing atau jin tahu nama aslinya, itu akan mereka jadikan senjata untuk menyerang balik. Intinya, cerita di novel ini keren dan bikin betah terus membaca sampai selesai.

Selain itu, aku bersyukur Jonathan Stroud menuliskan di novel ini menggunakan dua sudut pandang yakni pov. 1 dengan si akunya adalah Bartimaeus lalu pov. 3 digunakan bila Bartimaeus bukan fokus utama dalam adegan yang dituliskan. Kenapa bersyukur? Coba kalau dia menggunakan murni pov. 3 saja, maka kekonyolan, kecerdikan bahkan apa yang dipikirkan Bartimaeus takkan terbaca jelas karena tokoh yang paling kuat karakternya dan sangat khas itu sang Jin 5000 tahun, Bartimaeus.

Diceritakan, Nathaniel seorang murid dari Arthur Underwood mengalami hal tak mengenakkan dan melukai harga dirinya--yang terlalu tinggi. Aku tak begitu menyukai karakter Nathaniel yang merasa dirinya pintar, yah memang pintar sih, tapi menurutku dia terlalu overpede dan hasilnya malah gegabah dan labil. Dia berencana membalas dendam pada Penyihir yang membuatnya malu dan sakit hari, Simon Lovelace sekalian juga sang Master yang saat dia disakiti secara fisik maupun psikis, sang master tak membelanya. Nah cara balas dendamnya dengan cara memanggil Jin bernama Bartimaeus lalu menyuruhnya mencuri Amulet Samarkand dan diperintahkan meletakkan Amulet itu ke ruang kerja sang master.

Tanpa dia sadari, yang awalnya hanya misi balas dendam kecil-kecilan rupanya malah berbuntut panjang dan penuh bencana. Amulet itu bukanlah benda sihir biasa dan rupanya itu juga dicuri Lovelace dari pemerintah. Gara-gara dia, Master dan Istrinya meninggal oleh karena Simon Lovelace sedang dia menjadi kambing hitam dituduh sebagai otak kebakaran rumah masternya terjadi. Misi awal yang dirasa tak terlalu berbahaya kini malah harus mempertaruhkan nyawa dan menjadi rumit. Pasalnya Nathaniel hanya seorang penyihir yang baru mendapatkan nama resminya beberapa hari lalu, sedang Simon adalah penyihir berbahaya sekaligus orang pemerintahan yang memiliki banyak budak jin yang hebat dan yang paling hebat adalah Jabor dan Faquarl. Bagaimana dia yang adalah bocah yang baru resmi mendapat nama penyihirnya dan Bartimaeus yang hanyalah jin tingkat empat belas level menengah mampu mengalahkan Simon dan seluruh budaknya?

Oh iya berikut kutipan-kutipan favoritku:
  • "Kau harus berhenti mengkhawatirkan apa yang belum kaumiliki dan menikmati apa yang telah kaudapatkan sekarang."--hal. 113
  • "Kebebasan hanyalah ilusi. Selalu ada harga yang harus dibayar."--hal. 168
  • "Meskipun dalam keadaan sulit, masih ada beberapa hal yang dapat kunikmati."--hal. 239
  • "Tak mengapa--semua yang diawali dengan baik, berakhir dengan baik."--hal. 348

Terakhir, 4,5 dari 5 bintang untuk novel kece ini.

Senin, 12 Oktober 2015

[Review] VAMPIRE FLOWER #1

VAMPIRE FLOWER #1

Penulis : Shin Ji Eun
Penerjemah : Putu Pramania
Penerbit : Haru
Terbit : Agustus 2015
Halaman : 518
ISBN : 978-6027-742458
Sinopsis :
"Warna kelopak bunga itu lebih merah dibanding darah, wanginya begitu kuat sehingga mampu memikat vampir mana pun. Jika seseorang memiliki bunga itu, maka ia akan menduduki posisi paling tinggi di antara vampir-vampir yang lain.

Suatu malam Kang Seo Yeong melihat teman sekolahnya dibunuh oleh seorang vampir tepat di depan matanya. Untungnya, ia selamat berkat bantuan vampir lainnya bernama Louvrei yang berwujud remaja laki-laki. Seo Yeong sangat terpesona akan wajah Louvrei yang sangat imut. Apalagi ketika ia mendengar janji Louvrei.

Aku akan selalu menjagamu. Jadi, jangan percaya pada siapa pun, kecuali aku.

Tapi, ia harus mematuhi satu syarat. Ia harus membantu Louvrei yang sebenarnya berusia 537 tahun untuk mencari Bunga Vampir. Sementara itu serangan para vampir semakin gencar terhadap manusia karena mereka mengganggap manusialah si pencuri. Mereka harus menemukannya secepat mungkin sebelum kekacauan yang lebih besar terjadi  

***

Bercerita tentang Loui atau Louvre yang sedang mencari bunga vampire supaya dia bisa menjadi Lord (kepala para vampire). Bunga vampire yang hilang dan membuat Lord sebelumnya mati disinyalir dicuri oleh kaum Half dan vampire pihak lain yang juga mengincar posisi Lord. Di sini, Loui mengikat perjanjian dengan Seo Yeong untuk membantunya mencari bunga vampire itu. Dalihnya si Loui sih, Seo Yeong disuruh mencari saat hari terang karena seperti yang banyak diketahui vampire lemah pada matahari (tadinya kupikir juga gitu tapi ada scene di mana Loui Lecca baik-baik saja tuh keluar siang-siang). Nah, ini yang kurang srek menurutku, kalau awalnya Seo Yeong disuruh nyari, kenapa justru di sini peran Seo Yeong dalam misi pencarian sangat sedikit? Bahkan dia disuruh bolos sekolah lalu tinggal di rumah Baek Han supaya tidak mengalami bahaya. Nah, loh, dia malah jadi putri yang dilindungi sekaligus di kelilingi cowok-cowok tampan. Padahal dia hanya manusia biasa yang sampai di bagian akhir tidak menyimpan kekuatan tersembunyikecuali rahasia bahwa pamannya adalah salah satu orang yang menyembunyikan bunga vampire.

Isi tak seindah covernya. Itu selarik kalimat yang menurutku sesuai dengan apa yang kurasakan sehabis membaca novel ini. Pasalnya diksinya monoton dan cukup membosankan karena penulis atau penerjemah kurang lincah dalam bernarasi. Untuk satu paragraf saja, aku banyak menemukan pengulangan kata, terlalu banyak memakai itu, tersebut dan banyak kata lainnya. Juga keterangan yang sudah dijelaskan sebelumnya dijelaskan lagi sehingga terasa dipanjang-panjangin dan berputar-putar.
Contoh:
Pasti orang itu sudah tahu bahwa Eliza akan datang. Gadis tersebut mengerutkan dahi melihat orang itu tidak ada di tempat. Salah seorang dari mereka yang ada di ruang kontrol segera membawa Eliza untuk bertemu dengan orang itu.Eliza akhirnya menemukan orang itu sedang menelepon di ujung koridor yang terletak tidak jauh dari ruang kontrol. (hal. 415)

Padahal deskripsi fisik, karakter ataupun setting tempat di dalam novel kurang dideskripsikan dengan detail. Bukankah akan lebih bagus bila nama atau orang itu, dll diganti dengan ciri fisik orang-orang yang muncul di dalamnya. Elain untuk mempermudah pembaca membayangkan bagaim,ana tokohnya juga mengurangi pengulangan kata yang terkesan membosan saat dibaca.

Ah, untuk beberapa ide aku acungin jempol untuk penulisnya. Banyak novel mengambil cerita vampire dan yang membedakan Vampire Flower dengan novel vampire lainnya adalah yah, kalau aku beritahu nanti spoiler dong yak. Hehehe~ Intinya begini, di Vampire Flower tidak yang namanya vampire perempuan. Baca buku ini aku malah teringat Ratu Lebah. Juga, aku suka system bentengnya yang tiap-tiap vampire memiliki kamar masing-masing lalu bisa masuk dari mana saja asal dia pemilik kamar tersebut. Selain pemilik kamar tak ada yang bisa membukanya. Sayangnya deskripsi seperti apa bentengnya dan terletak di belahan bumi mana tak dijelaskan. Selain itu ada werewolf yang di sini justru bukan musuh para vampire, malah seperti peliharaan saja. Terus Half yaitu kaum blasteran manusia vampire yang berada di tengah-tengah, tak terlalu kuat dan abadi seperti vampire tapi juga tak seperti manusia biasa selain itu, darah Half justru dapat membunuh vampire, maka dari itu para vampire banyak yang membantai kaum Half sejak awal mereka dilahirkankecuali Baek Han yang justru diselamatkan Loui.


Okeh, terakhir aku kasih 3,5 bintang dari 5 bintang untuk novel terjemahan ini yang ekspektasiku terlalu tinggi karena covernya yang cantik.

Minggu, 04 Oktober 2015

[Review] DIVERGENT

Penulis: Veronica Roth
Penerjemah: Anggun Prameswari
Penerbit: Mizan Fantasi
Terbit: Cetakan I, April 2012
Halaman: 544
ISBN: 978-979-433-809-4

Sinopsis:
Di dunia masa depan, manusia dipisah-pisahkan oleh berbagai faksi tergantung pada kecenderungan sifat alamiah mereka. Tris Prior adalah seorang Divergent. Dia tak cocok dengan faksi apa pun yang ada di masyarakat.

Ketika dia menemukan adanya konspirasi untuk memusnahkan semua Divergent, Tris harus mengungkap mengapa menjadi Divergent dianggap berbahaya, sebelum semuanya terlambat.

***

Akhirnya selesai dibaca di sela-sela kerja dan kegiatan lainnya. Lumayan lama menyelesaikan novel ini. Sehari rata-rata aku membaca 50-an halaman dan seminggu lebih baru selesai sepenuhnya. Jauh dari komitmen awal yakni sehari 100 halaman. Wkwkwk~

Mungkin karena efek sudah menonton filmnya lebih dulu jadi aku merasa nggak surprize aja saat membacanya karena keseluruhan isi novel sama dengan filmnya--kayaknya. Biasanya aku melihat antara film dan novel ada perbedaan tapi Divergent tidak. Namun ada sisi positifnya dari menonton lebih dulu. Saat membaca, aku mudah membayangkan keadaan dunia dalam novel ini--tidak termasuk wajah para tokoh, karena Tris dalam novel aku bayangkan tak terlalu cantik, tubuh mungil dan terlihat rapuh berbeda dengan Tris dalam film yang pasti semua setuju dia cantik dan tidak mungil.

Aku suka dengan buku ini. Banyak aksi yang dituliskan dengan jelas. Emosi yang dilampirkan juga tersampaikan. Bagaimana Tris merasa bersalah sekaligus kecewa pada Al yang memilih bunuh diri karena merasa bersalah. Bagaimana dia merindukan keluarga dan faksi lamanya. Betapa menyenangkannya punya teman-teman seperti Christina, Will, Uriah dan Marlene--aku suka saat interaksi Tris dan teman-temannya saat makan, keakraban mereka terasa sekali. Serta sisi romantisme pun ada. Bahkan perasaan jengkel di bagian-bagian tertentu pun muncul. Contohnya kenapa Tris nggak nembak mati Eric aja? Kenapa cuma kakinya? Pokoknya buku ini benar-benar kompleks. Paket komplit.

Kekurangan novel ini adalah typo bertebaran. Beberapa pengulangan kata yang berlebih dalam satu paragraf yang bikin boring serta jadi terasa nggak lincah diksinya. Lalu tidak konsistennya penerjemah dalam pemakaian kamu atau kau.

Oh, iya. Bagi yang belum pernah membaca maupun menonton Divergent. Novel ini bergenre fantasi-science fiction. Bercerita tentang dunia yang dikelompokkan, yaitu: Abnegation yang tanpa pamrih, Erudite yang haus pada pengetahuan, Dauntless yang pemberani, Amity yang bijaksana serta Condor yang adil dan jujur. Suatu ketika Tris mengikuti tes kecakapan dan mendapati dirinya tak bisa digolongkan yang berarti dia adalah divergent. Di sinilah konflik bermula. Tris memilih Dauntless sebagai faksi barunya. Disamping berusaha mendapatkan peringkat 10 besar saat inisiasi agar dia tak menjadi factionless, Tris harus berusaha menyembunyikan identitas divergent-nya itu. Bersama Four sang instruktur, Tris mencoba bertahan hidup serta membantu faksi lama dan barunya lepas dari cengkeraman Jeanine, Pemimpin Erudite yang berniat membasmi Abnegation lewat tangan Dauntless.

Berikut kutipan favorit yang kutemukan dalam novel ini:

"Cara terbaik untuk membantu seseorang itu cukup berada di dekatnya."--Tris; hal. 219

"Sopan santun adalah kepalsuan yang dikemas dengan cantik."--Christina; hal. 98

Terakhir, 4,5 bintang dari 5 bintang untuk novel ini.