Selasa, 13 September 2011

over the rainbow 2

BAB II
MISERABLE


Aku berjalan mondar-mandir dengan perasaan kesal. Aku terus memencet-mencet HPku dengan gemasnya serasa ingin melemparnya jauh-jauh. Sejak tadi tak kulihat sosok Arya dikampus. Aku menghubunginya, mengSMSnya berkali-kali namun tidak juga direspon.
“Nyebelin! Tu orang sejak kemarin bikin kesel ajah. Kalau nanti aku nolak dia jadi pacar baru tahu rasa lo. Eh, apa dia menganggap dengan aku lebih memilih pergi dengan Jo itu sebagai penolakan? Ah! Salah dia donk, kenapa motornya hobi banget mogok ditengah jalan.” Seperti orang gila aku komat-kamit sendiri ditaman kampus.
“Apa aku kerumahnya aja ya? Mungkin ajah dia sakit karena kecapekan nuntun motor ampe rumah.” Aku kembali komat-kamit sendiri. Benar-benar tidak peduli orang-orang yang sejak tadi berlalu-lalang memandangiku dengan aneh. Tak beberapa lama, aku dikagetkan oleh dering HPku yang minta segera diangkat. Kupandangi layar HPku. Nomor itu terlihat asing.
“Halo, Audrey? Ini papa.” Ternyata yang menelponku adalah papa. Tapi dia pakai nomor siapa? Masa papa ganti nomor.
“Ya pa. Papa nomornya baru ya?”
“Ini nomor papanya Arya. Karena terburu-buru HP papa tertinggal dikantor.” Terdengar suara gaduh & berisik dibalik telepon selain suara papa. Memangnya papa sedang ada dimana sih?
“Papa mengantar pak Agung. Kami sekarang sedang dirumah sakit. Arya semalaman tidak pulang, orangtuanya mengira dia sedang menginap dirumah temannya. Ternyata baru saja kurang lebih 2 jam lalu polisi mengabari bahwa Arya diduga telah dirampok tadi malam dan… Emm…”
“Kenapa pa? Al nggak apa-apakan? Ada dirumah sakit mana pa? Aku akan segera kesana!” Tanyaku nerocos saking cemasnya.
Emm… Arya ditemukan sudah meninggal dunia disemak-semak dipinggir jalan & motor yang dia bawa telah hilang.” Keterangan papaku itu seketika membuat hatiku terkejut. Kakiku serasa lemas & mendadak aku ambruk. Teriakan papa ditelepon tak kuhiraukan. Duniaku serasa runtuh. Apa ini kenyataan? Aku benar-benar tidak bisa berhenti menangis. Hingga Risma sahabatku datang dengan panik karena tidak tahu apa yang terjadi, aku masih saja menangis & tak mampu berkata apa-apa.

-------^_^------

Jaman sudah berubah & semua orang sudah melangkah menuju masa depan. Mereka semua pasti berubah. Namun aku? Aku tidak yakin dapat maju dengan berani. Masa kelam sudah membuatku putus asa. Yang terus berada dipikranku hanya masa lalu. Aku terus berandai-andai & tenggelam dalam kesedihanku. Sekarang apa yang harus aku lakukan?
“Aku… Menyesal! Sangat menyesal. Maaf!” Aku menunduk dengan pundak yang terasa memikul beban yang berat.
“Ini bukan salahmu. Perampokan itu terjadi karena memang sudah takdir!” Terdengar suara disana berbicara dengan halus namun aku tahu perasaan kami sama. Sama- sama sedih, sama-sama kehilangan. Satu yang membedakan kami. Dia pasti membenciku, ya! Itu pasti. Secara tidak langsung aku sudah membuatnya kehilangan anak yang dia sayangi.
Sore hari sudah datang… Kakiku melangkah beriringan dengan langkah Papa & Risma meninggalkan rumah sakit itu. Aku masih tidak percaya Al sudah pergi. Sejak dirumah sakit aku benar-benar tidak mau melihat Al dengan keadaan seperti itu. Aku benar-benar ingin menyepi saja. Berada dibalik kamar sendirian, menangis sepuasnya & meratapi kesalahan yang kulakukan.
“Aku menyesal Al! Aku sangat menyesal… Aku tidak mengira akan terjadi hal seperti ini. Maaf! Andai waktu bisa diputar lagi.” Aku terus menangis & tidak keluar dari kamar selama berhari-hari bahkan saat pemakamannyapun aku juga tidak datang. Aku tidak bisa menerima kenyataan ini. Allyya…!!! Aku belum mengatakan kepadamu bahwa aku mau menerimamu menjadi pacarku. Aku menyukaimu, aku menyukai perhatianmu, kesabaranmu dengan segala ulahku yang menjengkelkan, senyummu yang lembut, semua kebaikanmu padaku & suaramu saat mengejekku cadel. Sejak dulu aku menyukaimu hanya saja aku terlalu sombong untuk mengakuinya. Pikiranku selalu memprovokasiku untuk menepis perasaanku kepadamu. Kepopuleranku membuatku begitu gengsi untuk menerima kekuranganmu.

-------^_^------

Aku terperanjat! Dengan bingung & seolah-olah tak percaya aku melihat sekelilingku. Ini kamarku, aku sudah berada dikamarku sekarang. Padahal baru saja aku berada dipemakaman Al. Kenapa tiba-tiba aku berada disini? Apa kejadian dipemakaman tadi hanya mimpi? Apa aku bertemu dengan Al itu hanya mimpi? Kuingat kembali kenangan yang baru saja terjadi tadi & itu membuatku menangis lagi.
“Oh! Kau sudah sadar rupanya? Ini kubuatkan teh hangat untukmu.” Kulihat Risma membuka pintu & memasuki kamarku dengan membawa secangkir teh untukku. Entah kenapa hanya Risma yang selalu ada disaat aku sedih. Dengan kehadirannya membuatku sedikit melepaskan kesedihanku.
“Kenapa kau menangis lagi Odi?” Risma duduk disamping ranjangku & menyodorkan secangkir teh hangat untukku. Dengan tangan yang gemetar aku mencoba meraih cangkir itu. Mungkin dengan meminum teh itu perasaanku menjadi lebih baik. Dengan wajah yang kusut & basah oleh air mata kusesap teh itu.
“Thanks Ris.” Ucapku lirih namun tulus. Teh itu memang sedikit membantu & kehadirannyapun juga membantuku.
“Sama-sama… Kau sudah baikan sekarang?”
Aku mengangguk tanda setuju & mencoba memberi Risma senyuman agar kekawatirnya padaku sedikit berkurang. Diapun juga membalasku dengan senyuman.
Kupandangi lagi sekelilingku juga Risma yang ada disebelahku. Ini semua kenyataan namun kejadian tadi bukanlah kenyataan. Aku tidak mungkin bertemu dengan Al lagi. Dia sudah pergi, tak akan bisa kulihat lagi. Kejadian tadi Cuma mimpi! Aku yakin Cuma mimpi. Aku harus melanjutkan hidupku. Ayo Odi kau harus kuat! Aku kembali menyemangati diri sendiri. Tapi… Aku sangat merindukannya. Kenapa dia harus pergi disaat aku akan memberikan jawaban untuknya. Kenapa dia harus pergi setelah seminggu dia menyatakan perasaannya padaku. Kenapa Tuhan tidak memberikan banyak waktu untuk kami berdua. Kenapa???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar