Selasa, 18 Februari 2014

[Short Story Reading Challenge] Rahasia Bulan



Spesifikasi buku

Judul : Rahasia Bulan
Penulis :
1. Is Mujiarso - Taman Trembesi
2. Clara Ng - Rahasia Bulan
3. Linda Christanty - Mercusuar
4. Ve Handojo - Vino Tidak Datang
5. D. Jayadikarta - Mereka Benci Aku Banci
6. Alberthiene Endah – Secangkir Kopi di Starbuck
7. Indra Herlambang – Merindu Randu
8. Ade Amui - Dinding
9. Yetti A.K.A - Numi
10. Rahmat Hidayat - Dua Lelaki
11. Stefanny Irawan - Aku ingin Kepastian, Clarissa
12. Dalih Sembiring - Sebuah Ruangan Berdinding Abu-abu
13. Nuage Kusuma - Lari
14. Ucu Agustin - Anak yang Ber-Rahasia
15. Djenar Maesa Ayu - Lolongan di Balik Dinding
16. Andrei Aksana - Menanti Pelangi
Editor : Is Mujiarso
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Jakarta, Januari 2006
Halaman : 232 halaman
Sinopsis :
Ada yang diam-diam bergerak dalam khasanah literer kita. Sosok-sosok gay dan lesbian mendiami ruang-ruang yang sebelumnya kosong dalam karya fiksi.
Tema homoseksual melimpahi halaman-halaman novel, dari yang masih berupa tempelan dan kilasan, sampai yang telah menukik ke dalam. Tutup matamu dan ambil saja secara acak novel dari tumpukan di toko buku, dan di sana, kau akan menemukan tokoh laki-laki yang jatuh cinta kepada sesama lelaki ataupun perempuan yang jatuh cinta kepada sesama perempuan.
Apakah lantas kita bisa berkata, telah lahir genre baru dalam fiksi kita? Atau, kita hanya boleh berprasangka bahwa semua ini hanya tren belaka, yang lahir dari tuntutan instan komodifikasi seiring dengan fenomena booming buku fiksi? Baca dan buktikan sendiri dalam kumpulan cerpen ini.
~o0o~

Pasti begitu membaca sinopsisnya, kita akan langsung tahu buku antologi ini mengangkat tentang apa. Yak! Tentang cerita-cerita yang mengangkat dunia kaum homoseksual. Sebuah tema yang sampai saat ini jarang saya temui dalam sebuah karya fiksi.

Di sinopsisnya seakan mengatakan bahwa dunia sastra fiksi sudah mulai marak mengangkat genre ‘baru’ ini tapi saya merasa masih langka ya? Malah saya pingin nyoba menutup mata dan memilih secara acak novel di toko buku dan pasti takkan saya dapati cerita yang menyangkut tentang homoseksual. Hal inilah yang membuat saya tertarik untuk membaca buku ini.

Begitu membuka daftar isi, saya cukup senang mendapati beberapa nama yang familiar saya ketahui sebagai penulis fiksi yang handal dan cukup dikenal—terutama oleh saya yang notabene baru menekuni hobi membaca dan mereview. Judul buku menggunakan judul cerpen karya Clara Ng yang adalah penulis favorit saya. Karena itulah cerpen yang pertama saya baca itu ‘Rahasia Bulan’ tapi jujur saya kurang menikmati cerpen ini. Sejak awal membaca saya sudah bisa menebak jalan ceritanya dan di dalam cerita ini tak ada konflik yang mampu membuat emosi saya naik turun. Malah seperti membaca jadwal harian ibu rumah tangga yang ternyata di tengah jadwalnya memiliki jadwal khusus yakni berkencan dengan sahabat yang ternyata adalah kekasih gelap sesama jenisnya.

Nah… Karya Alberthiene Endah adalah karya kedua yang saya baca dan alhasil saya suka karena penulisannya yang detail dan jalan cerita yang tak tertebak membuat saya puas membacanya. Selain itu suasana rumah tangga Fere-Yayuk terasa realistis. Banyak kita temui suasana rumah tangga semacam istri yang berubah cuek pada penampilan, tak mengurus badan, membiarkan lemak bertebaran di sekujur tubuh, menjadi malas bersolek hanya karena dalih sibuk mengurus rumah hingga tak mau mendengarkan suami karena terus ingin menang dengan pembenarannya sendiri, dan langsung membuat saya memaklumi serta tak menyalahkan para lelaki yang pada akhirnya memilih berselingkuh karena keadaan di rumah seperti itu. Ya, Fere pun jadi lebih betah duduk-duduk di Starbuck berjam-jam sepulang kerja demi menunggu seorang Julie ketimbang pulang ke rumah yang dia rasa lebih mirip seperti neraka.

“Sayang, api adalah api. Kecil atau besar tetap bisa membakar.”
Kutipan dari cerpen ‘Merindu Randu’ karya Indra Herlambang ini cukup membuat saya berpikir, benar juga ya? Saya langsung seperti mendapat pencerahan. Bahwa kita tak bisa meremehkan hal kecil. Karena sekecil apapun perkara yang kita sepelekan tanpa kita tahu kelak bisa menjadi perkara besar. Tak disangka Indra Herlambang dapat memukau saya dengan pemilihan kata yang berima dan penuh makna. Gaya bahasa yang dia pakai juga puitis namun masih mudah untuk ditelaah oleh pembaca ‘dangkal’ macam saya. Dengan menggunakan sudut pandang orang pertama, Indra Herlambang sukses membuat saya bisa menikmati serta menuntaskan cerpennya—tak seperti beberapa cerpen yang hanya sekilas saja saya baca lalu saya tinggalkan dan beralih ke cerpen berikutnya—dan meninggalkan kesan. Pokoknya cerpen ini saya acungi dua jempol.

Cerpen keempat yang berhasil selesai saya baca hingga akhir adalah karya Djenar Maesa Ayu. Meski seluruh cerpennya narasi, tak ada secuilpun dialog namun begitu membaca bagian awal, saya sudah merasa penasaran dan makin penasaran ketika makin jauh dibaca. Djenar Maesa Ayu sepertinya sengaja menuliskan dia, dia dan dia tanpa menyebutkan nama dan ciri fisik tokohnya bahkan gendernya. Dan hingga akhirnya, saya seolah terjebak dengan pikiran saya sendiri yang seperti sudah diarahkan untuk menebak gender yang salah di tokoh utama itu. Saya melongo di akhir cerita.

Ini kutipan percakapan terfavorit saya dari 16 cerpen dan dari beberapa banyak percakapan yang dituliskan oleh para penulis dalam buku ‘Rahasia Bulan’ ini saya memilih percakapan dalam cerpen ‘Dua Lelaki’ ini karena… yah… saya juga pernah berpikir hampir serupa seperti kutipan di bawah ini.
“Kau tahu. Hujan seperti ini serupa arsir. Sering kubayangkan Tuhan serupa kanak-kanak, dengan penggaris dan pensil menggarisi dunia dengan hujan….”
“Segala dongeng tentang Tuhan itu….” Lelaki bermata biru menguap lebar.
“Aku tahu, kaupikir itu konyol. Tapi coba bayangkan sendainya Tuhan menggarisi dunia dengan krayon, kita akan punya hujan yang berwarna!”

Hanya bedanya saya mengasosiasikan Tuhan layaknya anak kecil yang suka main rumah-rumahan. Hehehe….

Nah, terakhir, sebagai penutup karena akan jadi terlalu panjang jika saya membahas semua cerpen—yang bahkan beberapa sudah saya tinggal sebelum habis dibaca—saya hanya bisa mengatakan buku ini recommended untuk dibaca. Meski terbitnya sudah lama dan pastinya tak bisa lagi didapatkan di toko buku, namun jika para penyuka cerpen melihatnya di perpustakaan, saran saya jangan diabaikan. Pinjamlah dan bacalah. Karena kita bisa melihat sisi lain kehidupan manusia yang sering dipandang negatif. Dan pasti kita jadi memahami kenapa mereka memilih jalan menyimpang itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar