Sabtu, 01 Maret 2014

[Short Story Reading Challenge] Air Mata Ibuku Dalam Semangkuk Sup Ayam



SPESIFIKASI BUKU
Judul : Air Mata Ibuku Dalam Semangkuk Sup Ayam
Penulis : Mariska Tracy
Penerbit : Elex Media Komputindo, 2010
ISBN : 978-979-27-6375-1
Halaman : 180 halaman
Sinopsis :
Tangisan tanpa suara it uterus berlanjut. Miranti terus menutupi wajahnya agar tidak ada orang yang melihat. Pandangannya mengarah pada sup ayamnya. Sup yang tadi ia pikir bisa menghangatkan tubuh dan pikiran, kini perlahan mendingin, bercampur dengan banjir air matanya. Ah, andai saja putrinya yang hilang diculik masih bersamanya, tentu hari ini ia akan meniup lilin di kue tar ulang tahunnya. Disentuhnya mangkuk sup ayamnya dengan hati pedih.
Simak pula lima belas cerpen lainnya. Penebusan dan Pergantian Luka Masa Lalu, Cengeng, Janji dalam Sebuah Botol Bekas, Cinta bukan Perkara Gemuk atau Langsing, Permainan Rumah Duka, Penulis Puisi Itu, dan sebagainya.
***

Hal yang membuat saya tertarik untuk mengambilnya di rak buku perpustakaan adalah pertama karena tak sengaja membaca tulisan Sup Ayam. Ya, karena judulnya “Air Mata Ibuku dalam Semangkuk Sup Ayam” lah yang membuat saya ingin membacanya lebih lanjut. Rasa penasaran mengusik, kenapa si ibu menangis hingga acara makannya harus terhenti dan bulir-bulir air mata itu mengalir deras hingga menetes ke sup ayamnya. Di awal saya pikir ceritanya seperti seorang ibu yang tak mampu member makan anaknya namun begitu membaca sinopsisnya saya mengerti kenapa dia menangis.

Seperti biasa. Saya selalu membaca lebih dulu cerpen yang menjadi judul utama dalam sebuah buku. Alasannya karena saya suka mencari tahu kenapa penulis memilih judul itu namun tidak meletakkan cerpen itu di urutan paling depan. Cerita cerpen “Air Mata Ibuku dalam Semangkuk Sup” sederhana tapi tersirat makna tapi menyempil perasaan yang ketika selesai dibaca langsung membatin, “ironis ya?”. Kenapa saya membatin begitu, karena ujungnya sengaja dibuat menggantung. Anak yang selama ini dicari-cari dan membuat dia harus menangis sehingga tak bisa memakan sup ayamnya itu muncul tak lama setelah kepergiannya. Mereka dibuat tak bertemu, hanya mendeskripsikan kondisi sang anak yang sungguh mengenaskan dan berbanding terbalik dengan ibunya.

Selanjutnya setelah membaca cerpen yang menjadi judul utama, saya mencoba untuk membacanya secara urut krena takutnya kalau membaca melompat-lompat seperti biasa saya membaca antologi, ada cerpen yang terlewat dan tak terbaca. Karena antologi ini penulisnya tunggal maka warna tulisannya pun sama. Akan tetapi bagi yang suka membaca cerita dengan sudut pandang perempuan dengan latar belakang yang beragam maka buku untuk patut untuk dibaca. Isinya semua menyangkut tentang perempuan dari berbagai latar belakang dan sudut pandang. Selain seorang ibu yang rindu anak serta topangan tangan sang Mama, ada juga seorang perempuan yang merindukan masa-masa yang lalu di mana dia masih bersekolah, tentang cewek cengeng—yang bukankah memang wanita suka menangis untuk mengungkapkan sesak hatinya?, ada cerita tentang ibu dan calon menantu, dan lain sebagai.

Cerita yang variatif, diksi yang ringan dengan banyak kejutan yang tak tertebak membuat saya tak bosan membacanya. Hanya saja seperti antologi lainnya, buku ini tak luput dari kekurangan. Ada beberapa cerpen yang saya rasa karena idenya terlalu biasa dan sering diangkat membuat saya lumayan bosan membacanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar