Sabtu, 22 Juni 2013

Black Day With Spooky Girl


Hannam-dong, Yongsan-gu, Seoul, Korea Selatan

“Nggak punya Yeojachingu sampai sekarang? Hahaha! Kau kalah, Min-ie . Yoochun-hyung yang tubuhnya subur saja bisa dapat Yeojachingu. Kenapa kau nggak bisa?” seloroh seorang pemuda berwajah imut—kalau tak mau dibilang cantik—dan bermata bulat, bernama Han Jaejoong.

“Walau aku agak gemuk yang penting kan, pesonaku tetap terpancar kuat jadi gampang ngedapetin yeojachingu. Dari pada magnae itu?” Yoochun yang merasa terhina tak terima. Dagunya mengedik sengak ke arah pemuda yang menjadi bahan pembicaraan.

Penghuni rumah sewa termuda itu, Shim Changmin hanya duduk mengkerut di sofa paling ujung sambil masang muka super masam.
Sedangkan pemuda lain yang duduk di sebelah Changmin nepuk-nepuk bahunya sambil tersenyum geli.

“Sudah terima saja kekalahanmu,” kata pemuda yang nepuk bahu Changmin itu. Kim Junsu namanya atau lebih sering dipanggil Dolphin karena suaranya yang merdu.

“Besok sudah black day lho... Jadi—”

Yunho, pemuda bermata tajam menyela omongan Jaejoong. “Terima hukumanmu besok!”

Dan semua yang ada di ruangan utama ketawa berbarengan kecuali...

“Aish! Kalian ini kejam! Tega banget sih ngebiarin aku kencan dengan makhluk bukan manusia seperti itu demi sewa gratis sebulan?!” pekik Changmin dengan ekspresi berlebihan. Kelihatan banget kalau dia belum bisa nerima kekalahannya.

***

Di salah satu area rumah yang disewa secara patungan dan dihuni oleh 5 orang namja . Tercetuslah pada suatu malam—karena kesibukan masing-masing: Jaejoong dan Yunho di Seoul untuk kuliah, Yoochun bekerja, Junsu dan Changmin yang masih nyandang status sebagai Pelajar SMU yang juga merangkap menjadi Trainee di sebuah Perusahaan Musik—sebuah kesepakatan bahwa mereka semua yang notabene tak punya seorang pun Yeojachingu, harus nyari sebelum Black Day. Kalau kalah, mau tak mau harus kencan sama Min
Ja Young, anak Pemilik rumah yang mereka tinggali.

Beberapa hari sebelum ide nyari Yeojachingu ini tercetus, Min-ahjumma pernah berkeluh kesah—sekaligus secara nggak langsung ngasih sayembara gitu deh—bahwa siapa pun Penghuni rumahnya yang mau kencan sama Ja Young maka dia bakal ngegratisin biaya sewa selama sebulan. Tapi tak ditanggapi oleh 5 Namja itu lantaran mereka tahu betapa menakutkannya Ja Young. Itu jugalah yang jadi kendala kenapa Ja Young tetap menjomlo dan bikin Min-ahjumma kebakaran jenggot lantaran takut anaknya nggak laku seumur hidup.

Black Day pun tiba...

“Sial! SIALLL!!!” Cangmin teriak-teriak kesal. Rasa geregetan itu memang sejak matanya melek sudah bersemayam tapi menjadi semakin naik dosisnya setelah dia memakai pakaian berwarna suram itu.

Kenapa harus ada Black Day? Dan kenapa juga aku harus menjomlo di tanggal 14 April? Kenapa??? Changmin ngomel-ngomel dalam hati. Bikin dia ngacak-acak rambut saking frustasinya.

“Sudahlah, Min-ie. Tak perlu memasang ekspresi kayak itu. Nanti bisa cepat tua lho? Nggak kayak aku, walau umur 100 tahun pun bakalan terus sweet seventeen. Hehehe...,” ucap Jaejoong, Roomate-nya yang duduk di pinggir ranjang tepat di belakang Changmin.

Pagi tadi dialah pelaku yang ngebangunin Changmin dengan semena-mena lalu milihin kemeja lengan panjang warna hitam itu untuk Changmin pakai dan sampai sekarang tak mau hengkang dari kamar si Magnae. Bisa Changmin lirik sosok Jaejoong tengah senyum-senyum mengejek dalam pantulan cermin yang dia tatap.

“Kenapa Hyung dulu harus setuju dengan ide gila si Dolphin, sih?” Changmin berbalik, menatap Jaejoong tajam. “Walau taruhan kita berlima, aku yang kalah karena nggak dapet Yeojachingu. Tapi hyung bela aku, dong! Masa, aku yang tampan ini harus ikut
Black Day? Ditambah nge-black day-nya bareng Alien nyeremin kayak gitu. Mau ditaruh di mana muka tampanku? Bisa turun pamorku di mata Yeoja jika aku yang paling populer seantero Sekolah, ketahuan kencan bareng makhluk nggak banget kayak gitu di
Restoran Jajangmyeon . Sial!” Changmin berteriak kesal tapi narsis. Lagi.

Pletak!

Jaejoong pun mendekat lalu menoyor kepalanya. “Sok kecakepan!”

“Hehehe....”

Mendengar kekehan mengejek, Changmin lantas menyorotkan mata ke orang yang menyembulkan kepala dari luar pintu kamar.

“Tuhan memang adil, Min-ie. Biasanya kami yang sering kau dikerjai. Sekarang nerima karmanya, kan? Hahaha!” Junsu semakin tertawa terbahak-bahak di ambang pintu.

“Sudahlah. Dengan memasang wajah kecut terpaksa begitu nanti Min-ahjumma ngerasa tersinggung lho, Min-ie. Kalau kau tak makan
Jajangmyeon bareng Ja Young yang juga ngelakuin Black Day. Lalu kencan dengannya sambil ngenalin gimana asyiknya jadi Yeoja biasa, uang sewa kau bayar penuh sebulan.” timpal Yoochun yang sosoknya tak nampak dari dalam kamar.

Changmin menghentakkan kaki kesal dan keluar dari kamar, disusul oleh Penghuni lain yang mengekorinya sambil berkasak kusuk.

“KALIAN SEMUA! Awas nanti! Akan kubalas! Pasti!”

Brakkk!!!

Suara pintu kebanting yang lumayan keras menghilangkan sosok Changmin yang menyedihkan tapi cukup membuat semua orang yang tersisa di dalamnya bahagia. Terbukti, sepeninggal Changmin mereka ketawa lagi dengan suara yang lebih kencang minus Yunho tentunya karena orang satu itu pelit ngeluarin suara. Hanya senyum tipis yang bisa dia keluarkan.

Tak berselang, 4 orang Namja itu buru-buru ngambil dompet, jaket dan benda lain lalu bergegas keluar ruangan untuk ngebuntutin Changmin. Bisa saja, kan? Changmin nggak ngelaksanain hukuman tapi malah asyik pergi ke tempat lain.

***

“NGGAK MAU!!!” tolak Jayoung. Dia pun kabur dari ruang tamu, di mana Changmin dan ibunya berada menuju ‘oasis’nya yang damai.

Ibunya sontak ngejar tapi nggak lupa ngegandeng tangan Changmin biar mau ikutan ke kamar Jayoung.

Brakkk!

Jayoung nutup pintu kasar. Ruangan bercahaya lampu minim dengan interiornya yang aneh atau bisa dibilang nyeremin. Menjadi tempatnya biasa ‘berteduh’ setelah melakukan bermacam-macam pekerjaan rumah yang mengharuskan dirinya bertemu dengan banyak orang dan terpapar sinar matahari yang bikin silau—bagi dia.

Brak!

“HYAAA!!!”

Changmin melompat keluar kamar karena kaget dengan penampakan benda-benda menyeramkan yang tergeletak di kamar Jayoung. Baru kali ini dia ngelihat kamar semenyeramkan ini. Bahkan Wahana permainan Rumah Hantu di Lotte World yang pernah dimasukinya kalah seram dibandingkan kamar Jayoung.

“Astaga, Jayoung-ah . Eomma hanya pengen kamu bisa kayak Yeoja normal yang suka shopping, jalan-jalan terus main ke taman hiburan, nggak jadi yeoja horor kayak gini.” Ibunya nyoba ngebujuk dengan nampilin muka melas supaya Jayoung ngerasa bersalah.

“Wah! Kalau aku jual tiket masuk untuk uji nyali di sini bisa laku keras nih!” Changmin yang syoknya sudah hilang malah berbalik jadi natap seluruh isi kamar Jayoung dengan terkagum-kagum. Naluri bisnisnya nongol.

Pletak!

Kepalan tangan melayang indah di kepala Changmin. Dia sudah sukses bikin Ibunya Jayoung tambah gondok. “Bukan saatnya memikirkan itu! Bujuk putriku biar mau pergi!” hardik Ibu Jayoung.

“Ya, maaf, Ahjumma! Maklumlah, saya kan punya bakat bisnis,” jawab Changmin santai sambil ngusap-usap benjol di kepalanya.

***

Cheonggycheon, Myeong-dong, Seoul, Korea Selatan

Akhirnya dengan air mata bombay sang Ibu—yang tak ketinggalan ancaman kalau tak mau pergi, Jayoung akan dipaksa masuk ke kelas menari, perawatan tubuh rutin, dan melakukan hal-hal merepotkan lain—dengan lunglai, Jayoung mau juga keluar rumah. Sekarang mereka sudah sampai di Cheonggycheon. Kawasan di mana ada sungai yang tertata indah dengan taman bunga yang diapit 2 jalan raya. Untung sekarang musim semi jadi bunga sedang bagus-bagusnya pada mekar termasuk bunga mawar merah di depan sana.

Tentunya karena Changmin yang pinter ngegombal alias ngebujuk Ibu Jayoung. Alhasil acara kencannya dengan si gadis aneh penyuka kegelapan itu seratus persen nggak bermodal karena dari rumah Jayoung, Cangmin dapat kartu kredit unlimited yang tinggal gesek.

Eits! Tentunya segala yang gratis itu ada imbal baliknya. Selain ngasih dana kencan, sang ibu yang frustasi itu juga ngasih list ke tempat-tempat yang harus Changmin datangi bareng Jayoung.

Jurus rayuan ala Changmin yang biasanya sukses bikin luluh Siswi-siswi di sekolahnya mulai dilancarkan. “Jayoung, lihat! Mawarnya indah dan wangi ya?” Changmin pun nyoba metik mawar merah sekuntum.

“Iya, semerah darah,” jawab Jayoung asal sambil ngamati mawar merah itu dengan senyuman iblis.

Crasss!

“Aduh!” pekik Changmin ketika tangannya tergores duri mawar yang tajam. Darah pun bercucuran dari jari-jarinya.

Mata Jayoung tiba-tiba berbinar-binar. Wajahnya kelihatan sumringah sambil natap telunjuk Changmin yang berdarah. Sigap,

Jayoung meraih tangan Changmin. “Wah…” Jayoung memegangi punggung tangan Changmin dan tangan satunya mengusap darah yang keluar di permukaan kulit jarinya.

“Hoh… Jayoung ternyata bisa punya ekspresi manis juga, ya?” Jaejoong terpukau.

4 Namja yang mengintip dari balik tanaman merambat memandang adegan manis itu dengan muka berseri-seri. Baru kali ini mereka melihat Jayoung tangkas membantu orang yang terluka. Selama ini mereka lumayan tahu bagaimana Jayoung. Yeoja aneh yang suka hal-hal suram dan horor. Selalu ngomong sedikit tapi jleb! Tajam. Dan benar-benar tak seperti Yeoja kebanyakan.

Srakkk! Brukkk!

“AAA!!!” Teriakan kaget sekaligus kesakitan muncul dari mulut Changmin karena sekarang dengan sukses tubuhnya terkapar di atas tanaman mawar yang berduri. Jayoung lah tersangka yang sudah mendorong tubuh Changmin kelautan duri mawar dengan sadis.

“Hihihi~ Pemandangan yang indah… Rasanya kayak jadi Elisabeth Bathory saja. Hihihi~” Jayoung malah terkikik senang.

4 orang pengintip kencan orang, masih melongo antara tak percaya dan syok berat. Mereka terpaku beberapa saat, setelah otak bekunya mampu menerima peristiwa di luar nalar barusan, barulah mereka bertiga berlari tergopoh-gopoh menolong Changmin yang masih meraung-raung kesakitan dan berusaha bangun dari tempatnya terjatuh. Cukup sulit ternyata untuk bangun dari tumpukan tumbuhan manis nan berbahaya ini karena bajunya nyantol di duri-duri mawar.


“Percuma saja. Percuma melakukan apa pun juga. Kasihan Min-ie jika harus terus jalan-jalan bareng Jayoung.” Junsu berkata dengan lesu.

Changmin yang merasa dibela mulai kembang kempis hidungnya. “Dolphin! Kau memang yang paling pengertian.” Tak segan Changmin meluk Junsu tapi cepat-cepat dipisah Yunho.

“Tetap lanjutkan acara kencan! Aku jadi penasaran kenapa tuh Yeoja jadi sesadis itu.” Yunho berseloroh sambil ngelirik Jayoung yang berjongkok di pinggir sungai, lagi main air.

Ingin rasanya Changmin nonjok Yunho tapi sayang Yunho terlalu nakutin buat dilawan. Dia cuma bisa merengek minta pulang.

“Sudah. Sudah. Aku setuju tuh sama Yunho.” Jaejoong menengahi lalu merampas kertas list dari Ibu Jayoung yang tadi dikasih ke
Changmin. “Min-ie, Ajak Jayoung ke tempat selanjutnya,” perintah Jaejoong.

Changmin memasang puppy eyes biar Jaejoong dan ketiga kawan serumahnya kasihan tapi sayangnya gagal.

***

Pierre Garnaire, Gangnam-gu, Seoul, Korea Selatan

“Aduh!” Jayoung sweatdrop melihat di sekelilingnya semua berkerlip berkilau-kilau. Matanya memicing dan keringat dingin meluncur di keningnya.

“Di sini yang paling terkenal lezat kata si Pelayan tadi itu Cordon bleu. Kau mau pesan itu?” Senyum flamboyan—meski was-was
—terukir manis di bibirnya.

“Min-ie! Aku juga mau dong, Cordon bleu-nya?” Tak jauh dari meja Changmin dan Jayoung, Yoochun ikut-ikutan minta makan dengan nggak elegan.

Pletak!

Garpu yang tergeletak rapi di meja mendarat mulus di kepala Yoochun. Yunho geram melihat teman kampungannya itu. Sedangkan
Changmin yang beda meja dengan mereka berempat, pura-pura nggak kenal dan bertampang sok cool. Dalam hati dia merutuki nasib
kenapa punya teman senorak Yoochun.


59 menit 59 detik kemudian…

Keringat sejagung-jagung Jayoung makin deras mengalir dan akhirnya karena nggak tahan lagi dengan silaunya tempat di mana dia berada. Jayoung pun meraih gorden yang menempel apik di jendela besar Restoran dan...

Brettt!

Jayoung menarik gorden itu sekuat tenaga. Dipakainya gorden itu untuk menutupi seluruh tubuhnya yang berbalut gaun tanpa lengan warna pastel—tadi sempat pulang dan dipaksa ganti gaun sama ibunya—sampai ke mukanya.

“NO-NONAAA!!!” pekik salah seorang Pelayan. Changmin dan 4 namja lain melotot bin melongo melihat fenomena ganjil yang kembali
terulang.

“Anu, Ja-Jayoung… An-anu…” Changmin mulai panik. Selanjutnya sibuk meminta maaf pada Manajer Restoran yang datang dengan muka begis. Pengunjung lain ada yang terkikik geli, menatap horor penampakan Jayoung yang beraura gelap nan seram dan ada yang terpana tak berkedip sejak tadi melihat beberapa namja yang tampan dan keren.

“Nggak tahan! Nggak tahan! Pengen pulang!” Jayoung ngedumel sendiri sambil melangkah keluar dari Restoran.

***

“Sudah! Kita pulang saja! Sudah capek hati tahu ngeliat kelakuan aneh Jayoung!” keluh Jaejoong yang jadi juru bicara dari isi hati yang lain kecuali Yunho.

Dia malah merasa Jayoung itu unik dan lumayan merasa geli. Tak pernah sekalipun dalam 22 tahun hidupnya dia menemui Yeoja ‘sekeren’ Jayoung. Tapi sayangnya Yunho terlalu gengsi bilang, jadi teman-temannya menganggap Yunho sepemikiran dengan mereka.

“Hei, bukan kah list-nya masih belum semuanya dilaksanakan?” Yunho Angkat bicara. Semua serempak menatap Yunho aneh karena
wejahnya tak seekspresi dengan mereka. Wajah itu nampak tersenyum tipis.

“Hyung mau meneruskan? Nih, kartu kredit-nya.”

“Kami pulang ya. Jaga si Alien itu baik-baik!”

Yunho hanya tersenyum miring mendengar celotehan teman-temannya sebelum berjalan ke halte bus terdekat.


“Nonton film drama? Ngebosenin.” Yunho sibuk membaca secarik kertas di tangannya. Sejenak dia lupa keberadaan Jayoung yang
menjauh karena tertarik dengan poster pilm ‘Puss in Boots’. Begitu sadar, Yunho celingukan mencari Jayoung.

“Wah! Pilmnya seru tuh kayaknya.” Yunho yang mendekat tanpa Jayoung sadari dan tiba-tiba ngomong berhasil bikin Jayoung kaget.
Spontan dia membalik badan dan tak sengaja malah nabrak dada Yunho. “Ayo. Puss on Boots!” Ajak Yunho sambil ngegandeng tangan Jayoung erat.

Waktu berlalu tanpa terasa. Mereka berdua menyusuri trotoar, jalan pelan-pelan. Yunho seperti tak mau melepas genggaman tangannya pada Jayoung. Padahal Yeoja itu sejak keluar dari gedung bioskop merasa risih tapi tak cukup punya keberanian uat narik keras tangannya. Serasa ada sesuatu dalam dirinya yang bikin dia tak mampu untuk menolak perlakuan Yunho.

“Emmm...” Jayoung bergumam tak jelas. Mencari ancang-ancang untuk bicara tapi tak juga bisa ngomongin apa yang lewat di benaknya dan sudah mendesak sejak tadi untuk diungkapkan.

Yunho tak menoleh. Wajahnya tetap lurus mandangin apa yang terhampar di depannya. “Kalau mau mengatakan sesuatu, katakan saja,” ucapnya seolah tahu bahwa ada hal yang ingin Jayoung bicarakan.

“Em... It-itu... yang tadi... Si Puss itu...” Kegugupan melanda. Mulut Jayoung seperti kena lem super anti badai.

Kaki Yunho berhenti melangkah, alhasil Jayoung yang terus berjalan nunduk nubruk punggung tegap itu. “Aish!” Jayoung mundur selangkah. Pengennya sih mundur berlangkah-langkah tapi apa daya tangannya terbelenggu gitu.

“Ah, kau lapar tidak? Kita makan dulu, oke?” Yunho menggoncang-goncang gandengan tangan itu seraya tersenyum ramah.

Jayoung hanya diam, melirik sekilas lalu kembali natap aspal.

“Tenang. Aku tak seperti Changmin yang mata duitan, kok. Aku yang traktir. Kartu kredit punya Eomma-mu tak kupakai secuil pun.
Ayo!” Ditariknya kencang tangan Jayoung. Tak lama masuklah mereka ke sebuah warung Bulgogi .

“Eh? Tapi—” Jayoung mencoba nolak tapi tenaganya kalah jauh dari Yunho.

“Karena kita sama-sama sudah kenyang. Ayo, kau mau ngomong apa, hm?” Yunho yang kesehariannya jarang tersenyum, seharian tadi entah kenapa sering tebar senyuman lembut pada Jayoung.

Hening. Jayoung hanya nunduk kayak biasa.

“Baiklah, kalau kau tak mau bicara.” Yang tadi bertopang dagu kini kembali nyandarin tubuhnya ke sandaran kursi. “Aku tahu semua tentangmu jadi karena itulah aku tak begitu heran, kau malah memilih menonton ‘Puss in Boots’ ketimbang pilm horor. Itu kan yang mau kau tanyakan?”

Jayoung ngangguk gamang. Matanya mulai berani menatap Yunho.

“Tahu tidak? Selama ini aku memperhatikanmu. Kau itu gadis teraneh yang pernah aku kenal. Suka hal-hal horor, selalu memasang raut menyeramkan tapi di balik itu, kau berubah lembut ketika merasa iba melihat kucing yang terluka di pinggir jalan.”

Ja Young langsung melotot kaget. “Kenapa kau tahu soal kucing?” tanyanya lancar selancar seluncuran anak TK.

“Beberapa minggu lalu kau duduk berjongkok di pinggir jalan membantu kucing yang masuk selokan, kan? Aku mulai penasaran padamu sejak itu. Ternyata setelah tahu banyak hal tentangmu. Kau tak semenakutkan apa yang selalu nampak. Kau menyukai kucing, tapi
karena Eomma-mu alergi kucing kau tak bisa memeliharanya. Wajah galak yang terpampang dan hal-hal menyeramkan yang kau suka itu sebenarnya hanya kamuflase, kan? Aku juga tahu itu.” Yunho mendekatkan wajahnya ke arah Jayoung tapi Jayoung malah mundurin wajah. Jantungnya berdetak tak beraturan. Rasanya dia seperti tersanjung karena ada yang tahu sedetail itu tentang dirinya.

Tapi... Kamuflase?

“Kenapa ka-kau bilang kamuflase?”

“Eomma-mu pernah cerita kalau kau berubah begini sejak Eonni-mu yang kau anggap cantik sempurna dan selalu kau idolakan itu meninggal. Kau takut pada semua Namja karena Eonni-mu meninggal karena disakiti oleh namja. Benar, kan?” Yunho mengulurkan tangan lalu meraih tangan Jayoung. “Percayalah, tak semua namja itu jahat. Kalau ada yang menjahatimu kelak, bilang saja padaku. Aku akan melindungimu.” Matanya menatap lekat Jayoung. Berusaha mengalirkan kehangatan dan melunakkan hatinya yang sudah beku.

Tanpa Jayoung sadari, matanya mulai ngabur perlahan. Cairan hangat menggenang lalu mengalir, membuatnya langsung nunduk karena merasa malu ketahuan nangis di depan Yunho.

“Hei, menangislah. Mungkin dengan begitu rasa sakitmu selama ini bisa hilang. Tapi setelah kuharap kau kembali pada dirimu yang dulu. Oke?” Diusap-usapnya puncak kepala Jayoung penuh sayang. Alhasil Jayoung nangis makin keras.

***

Beberapa hari kemudian...

“Hei, hyung. Kok bisa sih kau menaklukkan Yeoja horor itu?” Junsu bertanya penasaran.
Yunho malah mendelik. “Hei, namanya Jayoung. Mengerti?!”
Seketika Junsu mengangguk takut.

“Wah... Kalau tahu Jayoung aslinya cantik begitu sudah kudekati dia dari dulu.” Changmin menatap keluar jendela dengan sorot berbinar.

Plak!

“Auw!”

Yunho tanpa aba-aba ngejitak kepala Changmin. “Kau dekati dia, awas kau!”

“Ampun, hyung.” Changmin mengusap-usap kepalanya seraya meringis.

“Anyway, thanks ya, Yun-ie. Berkat kau biaya sewa kita gratis sebulan.” Jaejoong merangkul Yunho sambil cengar cengir. Yoochun
yang sibuk ngemil sambil nonton Televisi mengangguk setuju.

“Siapa bilang gratis? Aku menolak penggratisan itu. Aku tak mau dibilang mendekati Jayoung karena ada maksud terselubung.
Mengerti?” Yunho berkacak pinggang.

Yoochun seketika langsung tersedak, “Tap-tapi, hyung?”

“Sudah, ah! Aku mau berkencan dulu dengan Yeoja-ku Min Jayoung,” pamer Yunho lalu melangkah keluar rumah.

“Hyung, tapi aku sudah terlanjur menghabiskan uangku, hyung.” Yoochun melanjutkan kata-kata yang terpotong.

“Betul, hyung!” Yang lainnya kompak memprotes.

“Bukan urusanku!”

Brak! Yunho menutup pintu keras.

End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar