Sabtu, 30 Januari 2016

[Review] THE BLOOD OF OLYMPUS


Penulis : Rick Riordan
Penerjemah : Reni Indardini
Penerbit : Mizan Fantasi
Terbit : November 2014
Halaman : 528
ISBN : 978-602-1306-71-0
Sinopsis :
Api Yunani berkobar ... Membakar sebagian besar monster.
Tanah menggemuruh.
Semua gelembung membran berlendir meletus, mengepulkan debu.
Setetes darah jatuh dari dagu Percy ... mendarat di tanah ...
mendesis seperti di wajan.
Darah Olympus mengairi bebatuan kuno.

Para raksasa bangkit, menyebar di sepenjuru dunia. Mereka mengumpulkan bala tentara--dewa-dewi yang terbuang dan para monster--yang rela menghancurkan demigod. Mereka memburu darah dua demigod, demi membangkitkan Gaea, sang Ibu Bumi.

Ketujuh demigod pemegang ramalan berusaha bertahan hidup dari serangan serta menyatukan Perkemahan Blasteran. Mereka bahkan tak bisa mengharapkan bantuan para dewa.

Waktu yang dimiliki Percy dan kru Argo II tidak banyak. Pembagian tugas dilakukan, peran masing-masing ditentukan. Mereka harus bergegas mencegah kebangkitan Gaea, dalam sebuah pertarungan hidup dan mati.

***

Kisah 7 pahlawan dalam ramalan akhirnya sampai di penghujung. Argo II hampir sampai di Athena dan rombongan Nico, Reyna dan Pelatih Hedge juga sudah memasuki benua Amerika. Dua kelompok ini akan menjadi penentu kesuksesan misi penyelamatan dunia.

Aku kurang setuju bila disebutkan ada 7 tokoh utama dalam seri Heroes of Olympus. Karena Reyna dan Nico juga memiliki peran penting dalam misi perdamaian memersatukan bangsa Yunani dan Romawi. Makanya cukup senang aku, kala menemukan Nico mendapat porsi di novel ini--karena di seri sebelumnya Nico tidak mendapat bagian sorot utama dari penulisnya.

Sebelum sampai di Akropolis, rombongan Argo II singgah ke Delos demi menemui dewa-dewi kembar--Apollo dan Artemis--guna mendapatkan obat dari tabib. Memang sih mereka tidak mendapat obatnya dan seakan Rick memang memperpanjang perjalanan mereka tapi aku sangat terhibur dengan bagian Leo yang mencoba bertawar menawar dengan Apollo. Dengan jenius dia membuat sebuah alat musik dan sekali lagi aku suka dengan karakter Leo--kalau Apollo sih sejak novel Percy aku sudah sangat suka. Karakter unik berjumpa dengan karakter unik, membuat setiap adegan di Delos membekas susah buat dilupakan.

Di tim Nico dkk, adegan favoritku adalah sewaktu Nico bersama Will. Aku merasa karakter Will kok 11-12 dengan Leo ya? Kocaknya, cueknya, pedulinya. Terus berkat Will, Nico bisa move on dari Percy--puji Tuhan! Nah, kalo Nico sama Will aku setuju banget. Sifat mereka itu serasa cocok saling melengkapi, beda bila Nico dengan Percy. Sayangnya Nico-Will kurang banyak dituliskan, padahal baru ini aku menyukai couple boy x boy dalam novel Percy dan HoO. hahaha~

Meski Nico merasa amat menyesal sudah membunuh dua nyawa tapi aku amat bersyukur dua manusia itu lenyap. Karena ditilik dari kejahatan Octavian dan Bryce, mereka memang pantas mendapatkannya. Kalau keduanya diberi hidup pun, aku sangsi mereka bakal bisa berubah lebih baik. So, Nico sayang... Jangan terlalu merasa bersalah. Will tak benci kamu kok.

Cerita petualangan di seri terakhir HoO ini lumayan seru dan sama seperti yang lainnya, menambah pengetahuan baru di otakku. Tapi memang betul bahwa segala sesuatu tak ada yang sempurna. Kekurangan novel ini menurutku adalah ending nya kurang... apa ya? DUARRR!!! gitu. Sejak seri satu, kita digiring untuk merasa bahwa Gaea bangun maka malapetaka dahsyat terjadi. Makanya selama berminggu-minggu bahkan bulan, Tim 7 melakukan perjalanan, membasmi banyak musuh juga melalui banyak kesulitan, menyusuri berbagai petuah atau petunjuk sesuai dengan yang dikatakan dewa-dewi. So, bila mereka gagal pun dan Gaea bangkit, harusnya ada hal spektakuler yang terjadi. Tapi apa? Cuma gitu. Dengan gampangnya sang 'Kiamat' diciduk Leo. Beda dengan ending Percy Jackson yang kedahsyatan perangnya kerasa sekali sampai berbagai kota porak-poranda tak cuma di satu tempat. Terus yang namanya perang pasti ada korban dan membuat pembaca ikut merasa kehilangan. Nah, di sini tidak kutemukan. Bahkan aku tak ikut sedih saat Leo dinyatakan mati karena dalam kepalaku pasti tidak mati.

Kesimpulannya sebagai seri terakhir, kurang greget. Seri HoO ke empat menurutku yang paling greget. Ada sedih, tegang, lucu, dan lain-lain.

Berikut kutipan yang aku favoritkan:
"Rasa sakit terkadang tidak boleh serta-merta dienyahkan. Rasa sakit mesti dihadapi, bahkan diterima."--hal. 403
Cuma itu. Hehehe~ sudah selesai lumayan lama dan baru niat review sekarang so, sebagian kutipan favorit lupa ada di mana. Wkwkwk~

Terakhir 4 bintang dari 5 bintang untuk Blood of Olympus. Harapanku sih ada kelanjutannya tapi sepertinya tidak ada ya? Sayang sekali padahal berkat novel Percy dan HoO aku jadi makin suka tentang mitologi lho.

1 komentar: